SOLOPOS.COM - PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR YOGYAKARTA Seorang warga dengan alat berat menyelesaikan pembuatan tambak udang di kawasan pesisir pantai selatan, Srandakan, Bantul, Yogyakarta, Jumat (17/1). Dalam setengah tahun terakhir kawasan yang merupakan Sultan Ground atau tanah Keraton Yogyakarta tersebut mulai dikembangkan menjadi tambak yang dikelola secara pribadi maupun kelompok karena dipandang mempunyai peluang besar untuk membangun perekonomian setempat. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/

Tanah Sultan untuk pendataan dinilai sesuai ketentuan.

Harianjogja.com, JOGJA-Anggota tim kuasa hukum Kraton, Kanjeng Raden Tumenggung Radio Nala Pratala menganggap pendataan tanah Sultan Ground (SG) dan tanah Pakualaman Ground (PAG) oleh Pemda DIY sudah sesuai prosedur perintah Undang-undang Nomor 13/2012 tentang Keistimewaan DIY.

Promosi Ongen Saknosiwi dan Tibo Monabesa, Dua Emas yang Telat Berkilau

“Kalau tidak setuju ya ajukan judicial review saja Undang-undangnya,” kata dia di Kagugang Ndalem Pracimosono, Kraton, Selasa (29/9/2015)

Menurutnya Rancangan Peraturan Daerah Keistimewaan (Raperdais) tentang Pertanahan sebagai implementasi dari UUK untuk menjembatani pelaksanaan perjanjian pemanfaatan tanah yang selama ini sudah berlangsung lama di masyarakat. Ia mengatakan dalam pemanfaatan tanah yang bukan miliknya masyarakat sudah melakukan perjanjian melalui Kekancingan dengan Kraton.

Namun, kata dia, dengan adanya UUK, perjanjian pemanfaatan tanah itu dibingkai dalam UUPA. “Isinya tidak ada pertentangan dengan UUPA. Dalam UUPA juga diakui penggunaan tanah yang bukan miliknya harus ada perjanjian,” jelas pria yang memiliki nama asli Suyitno ini.

Suyitno justru heran masih ada yang memperdebatkan UUK. Ia menganggap yang mempersoalkan tidak tahu sejarah pertanahan di DIY. Ia menambahkan DIY mengakui UUPA dan bisa diberlakukan di DIY. Akan tetapi tidak berarti menyerahkan tanah pada negara.

Diketahui pendataan SG dan PAG ini ditentang sebagian warga yang tergabung dalam Komite Aksi untuk Reforma Agraria (KARA). karena Kraton dinilai akan menguasai tanah di DIY. KARA yang terdiri dari sejumlah elemen masyarakat ini pun meminta dewan tidak membahas raperdais pertanahan karena dinilai bertentangan dengan UUPA.

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DIY sebelumnya telah menyatakan menunda pembahasan raperdais pertanahan sampai waktu yang belum ditentukan. Alasannya, dalam draf raperdais pertanahan yang diajukan Pemda DIY tidak menyertakan data luasan SG dan PAG yang akan dibahas.

Ketua Tim Kuasa Hukum Kraton, Achiel Suyanto justru aneh denga sikap dewan. Menurutnya, DPRD DIY bisa membahas raperdais pertanahan tanpa harus menunggu pendataan selesai. Sebab pendataan SG dan PAG membutuhkan waktu yang lama.

Achiel menyarankan dewan minta penjelasan Badan Pertanahan Negara, Kementrian Tata Ruang dan Agraria, Kantor Wilayah DIY, dan Pemda DIY jika ingin mengetahui soal SG dan PAG.

“Panggil dong BPN, panggil Pemda kalu butuh penjelasan. Bukan asal tidak mau membahas aja,” tegas Achiel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya