SOLOPOS.COM - Salah seorang warga, Watinah sedang mengambil air dari kubangan di Telaga Banteng yang mengering di Dusun Ngricik, Desa Melikan, Kecamatan Rongkop, Minggu (16/7/2017). (Irwan A. Syambudi/JIBI/Harian Jogja)

Pemkab Gunungkidul telah menghabiskan anggaran ratusan juta juta hingga saat ini untuk mengatasi kekeringan.

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL— Kekeringan masih melanda wilayah Gunungkidul hingga saat ini. Pemerintah telah menghabiskan anggaran ratusan juta untuk menangani kekeringan tahun ini.

Promosi Alarm Bahaya Partai Hijau di Pemilu 2024

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Gunungkidul telah menghabiskan anggaran sekitar Rp400 juta untuk memberikan bantuan air bersih ke masyarakat. Hingga saat ini, bantuan masih dilakukan karena beberapa wilayah masih mengalami krisis, meski hujan sudah mulai turun. “Bantuan tetap kami berikan. Tapi dari hasil pengamatan yang dilakukan di lapangan, memang cakupan sudah mulai berkurang. namun itu tak langsung membuat pemberian air bersih dihentikan,” kata Kepala Seksi Kedaruratan dan Logistik BPBD Gunungkidul Sutaryono, Rabu (4/10/2017).

Disinggung mengenai upaya pengedropan air bersih yang belum efektif untuk mengatasi masalah krisis air, Sutaryono menyerahkan sepenuhnya kebijakan ke bupati. “Kami hanya pelaksana tugas di lapangan, tapi untuk masalah kebijakan berada di pimpinan,” tutur dia.

Anggota DPRD Gunungkidul dari Fraksi Golkar Ery Agustin Sudiyati mengkritisi cara pemkab untuk mengatasi masalah kekeringan. Baginya, pemberian bantuan air bersih yang selama ini dilakukan Pemkab bukan solusi. Sebab kebijakan itu hanya langkah praktis dalam memenuhi kebutuhan air dalam jangka pendek.

Baca Juga : KEKERINGAN GUNUNGKIDUL : Ada Sumber Air Melimpah tapi Tetap Kekeringan

“Pemerintah harus lebih serius lagi mengatasi masalah krisis air yang terus terjadi setiap tahunnya,” kata Ery Rabu (4/10/2017). Menurut dia, permasalahan kekeringan dapat diatasi karena dari sisi potensi, wilayah Gunungkidul memiliki sumber dari sungai bawah tanah yang sangat melimpah. Ery pun mencontohkan, salah satu sumber tersebut berada di kawasan Laut Bekah, Desa Giripurwo, Purwosari. Di lokasi itu terdapat salah satu sumber dengan debit air mencapai 800 liter per detik. Namun demikian, potensi ini belum dimanfaatkan sehingga air terbuang percuma ke laut.

Dia pun menganggap potensi air yang terbuang ini sebagai suatu hal yang ironi. Pasalnya, mayoritas warga di Kecamatan Purwosari mengalami krisis air saat musim kemarau. “Coba itu dimanfaatkan, pasti warga tidak akan kekurangan air. Saya sudah sering mengingatkan masalah ini sejak menjadi anggota DPRD 2009-2014, tapi nyatanya hingga sekarang belum ada tindak lanjut pasti untuk mengatasi masalah air,” katanya.

Lebih jauh dikatakan Ery, sumber air di kawasan Laut Bekah hanya salah satu contoh. Sebab di lokasi lain masih banyak sumber sungai bawah tanah di Gunungkidul yang belum dimanfaatkan. Diakuinya, untuk pengangkatan air sungai bawah tanah memang membutuhkan biaya yang sangat besar. Namun, sambung dia, pemkab tidak perlu khawatir karena Pemerintah Pusat memiliki komitmen untuk memberikan antuan dalam upaya mengatasi kekeringan yang menjadi masalah klasik di Gunungkidul.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya