SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

JOGJA: Pengajaran pendidikan Pancasila di semua jenjang perlu dievaluasi. Sebab meski sudah diajarkan sejak dulu, pelanggaran terhadap nilai Pancasila seperti tindak korupsi tetap terjadi.

“Harus dimulai lagi dan perlu dikoreksi,” kata Taufik Kiemas, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menjawab apakah maraknya korupsi menunjukkan pendidikan
Pancasila gagal, Rabu (28/4) di Tamansiswa Jogja.

Promosi Selamat Datang di Liga 1, Liga Seluruh Indonesia!

Menurut dia, pendidikan yang benar dan sudah dilakukan selama lima tahun belum tentu benar selanjutnya. Sehingga proses pembelajaran perlu terus diperbaharui. Caranya bisa dengan mengajarkan dasar filosofis negara itu dengan bahasa gaul.

“Pembelajaran bisa dengan bahasa gaul,” kata Kiemas memisalkan inovasi pembelajaran Pancasila. Kiemas menilai penanaman nilai Pancasila hingga bisa memicu kesadaran memerlukan waktu panjang. Penyebaran nilai-nilai dasar sumber hukum Indonesia itu pun perlu dilakukan berbagai lapisan sosial, tidak hanya sekolah.

Kehadiran suami MegawatiSoekarnoputri di Tamansiswa dalam rangka penandatanganan nota kesepahaman antara MPR dengan Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa. Kedua pihak bersepakat meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap konstitusi.

Kesulitan Christina Ismoyowati, guru Pendidikan Kewarganegaraan (Pkn) SMP Bopkri 2 Jogja mengaku bingung mengajarkan nilai Pancasila bila perilaku elit negara selalu bertentangan dengan dasar negara. Pasalnya inovasi pengajaran nilai Pancasila sering menggunakan contoh nyata.

“Beban moral mengajarkan nilai padahal pejabat terlibat kasus pajak dan Susno.” Mengatasi perbedaan nilai ideal dengan yang terjadi, Christina memilih mengajarkan dengan cara diskusi kritis.

Sehingga siswa berusaha mencari dan bertukar pendapat penyebab carut marutnya penyelenggaraan negara. Kendala lain pengajaran Pancasila, lanjut dia, pelajaran hanya berisi ajaran formal, sepertiundang-undang, ideologi dan otonomi.

Namun pelajaran itu tidak menekankan pada penanaman nilai, sehingga norma pun tidak menjadi materi pembelajaran pokok. Christina menilai pendidikan tentang pilar negara – Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, Bhineka Tunggal Ika – diabaikan karena tidak masuk ujian akhir nasional (UAN).

Akibat tidak diujikan nasional jam pembelajaran PKn sering dikurangi, kurang dari 2 jam pelajaran. Heri Santoso, Dosen Pendidikan Pancasila UGM menilai nilai dasar negara itu bisa disisipkan dalam mata pelajaran lain.

Penilaian pembelajaran siswa juga bisa didasarkan kemampuan kerjasama, menghargai kesusilaan, menghargai kebenaran dan sebagainya. Inovasi, lanjut dia, juga bisa dilakukan dengan diskusi kasus, ceramah, analisa berita, studi lapangan (ke pengadilan) dan sebagainya.(miu)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya