SOLOPOS.COM - Ilustrasi Pungli (Dok/JIBI/Solopos)

Penarikan dana ortu siswa dipending.

Harianjogja.com, SLEMAN–Penarikan dana sumbangan pembangunan gedung dari orang tua siswa di sebuah SD Negeri di Sleman akhirnya ditunda untuk sementara waktu. Dinas Pendidikan (Disdik) untuk sementara mengklaim belum menemukan indikasi pungli dalam praktik sumbangan tersebut.

Promosi Pemilu 1955 Dianggap Paling Demokratis, Tentara dan Polisi Punya Partai Politik

Kepala Disdik Sleman Sri Wantini mengatakan berdasarkan hasil klarifikasi awal yang dilakukan Disdik kepada SDN di Sleman itu, pihaknya belum menemukan adanya praktik pungutan yang dilakukan oleh sekolah kepada orang tua siswa. “Mekanisme yang dilakukan adalah mekanisme sumbangan sukarela. Bukti dokumennya ada,” katanya kepada Harianjogja.com, Rabu (24/1/2018).

Laporan tersebut, kata Wantini, masih belum final. Pihaknya masih terus mendalami masalah tersebut. Apalagi, penarikan sumbangan sukarela tersebut muncul penetapan nominal dan penentuan batas waktu pembayaran. Padahal sesuai aturan Permendikbud, sumbangan sukarela kepda orang tua siswa tidak dibolehkan menyebut nominal dan batas akhir penyerahan.
“Laporan [awal] ini masih belum lengkap dari sekolah. [Kami masih mendalami] terkait mekanisme penarikan sumbangan sukarela tersebut,” ujarnya.

Terpisah, Salah seorang wali siswa SDN tersebut, NL mengatakan, sejak kasus tersebut tercium oleh media pihak sekolah dan komite langsung menggelar rapat. Hasilnya, sekolah dan komite menunda (pending) rencana penarikan dana tersebut kepada orang tua siswa. “Penarikan sumbangan untuk pembangunan fisik sekolah untuk sementara dipending,” katanya kepada Harianjogja.com.

Padahal jika masalah tersebut tidak dilaporkan ke Pemkab, orang tua siswa kelas 1 wajib melunasinya pada Februari mendatang. Penarikan sumbangan pembangunan tersebut, ditentukan minimal Rp500.000. Dana tersebut di luar sumbangan wajib yang ditarik dari orang tua siswa sebesar Rp375.000.

Baca juga : Sekolah Negeri di Sleman Diduga Lakukan Pungli

Akibat kebijakan itu, orang tua siswa gusar dan merasa keberatan. Meski begitu, mereka tidak bisa berbuat apa-apa hanya berharap penarikan sumbangan tersebut tidak dilakukan. “Setahu kami, untuk SD tidak ada penarikan dana lagi. Tapi kami [para orangtua] sudah sepakat kalau nanti dikasih amplop, hanya ngisi Rp200.000,” ujarnya.

Sementara Kepala ORI DIY Budi Masthuri mengingatkan pihak sekolah agar menjalankan prosedur penarikan dana pendidikan sesuai aturan. Menurutnya, pungutan yang tidak memiliki dasar hukum sesuai ketentuan, atau dilakukan oleh petugas yang tidak memiliki kewenangan untuk memungut, adalah termasuk kategori pungutan liar.

Budi sendiri pernah mencurigai pungutan bermodus sumbangan itu merupakan hasil kesepakatan dari semua sekolah.  Dia pernah menangani kasus serupa di Semarang. Ketika itu, terungkap bahwa pungutan itu merupakan hasil komunikasi antar Kepala Sekolah melalui forum Kepala Sekolah di media sosial.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya