Jogja
Rabu, 4 Februari 2015 - 05:20 WIB

Tiga Petani Karangwuni Terima Surat Teguran Kedua dari Pakualaman

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Tiga petani di Karangwuni Kulonprogo menerima surat teguran kedua dari Pakualaman yang berisi perintah mengosongkan lahan Pakualaman Ground (PAG)

Harianjogja.com, KULONPROGO-Tiga orang petani penggarap lahan Pakualaman Ground (PAG) di Desa Karangwuni, Kecamatan Wates, kembali menerima surat dari Kadipaten Puro Pakualaman.

Advertisement

Surat Nomor 04/03/I/15/WP yang dibuat tanggal 19 Januari 2015 dan ditandangani oleh Penghageng Kawedanan Kaprajan Kadipaten Pakualaman KPH Bayudono Suryoadinagoro tersebut diterima Suparno, Karmiyo, dan Suparmin pada 28 Januari lalu.

Dalam surat tersebut tertulis para penerima surat tidak mengindahkan permintaan Kadipaten Pakualam untuk menghentikan aktivitas maupun kegiatan apapun di atas lahan PAG dan segera meninggalkan serta mengosongkan lahan garapan di atas tanah tersebut.

Oleh karena itu, Kadipaten Pakualam kembali melayangkan surat kedua yang isinya serupa dengan surat pertama. Dicantumkan dalam surat tersebut, lahan yang harus ditinggalkan serta dikosongkan Suparno seluas 1.535 meter persegi dan 4.980 meter persegi, sementara Karmiyo mengosongkan lahan garapan seluas 2.330 meter persegi, dan lahan Suparmin seluas 3.578 meter persegi.

Advertisement

Kadipaten Pakualam juga memberi waktu paling lama 30 hari kalender terhitung sejak surat diterima dan jika tidak dilakukan akan menempuh prosedur hukum.

Suparno menjelaskan mekanisme penerimaan surat kedua sama dengan surat pertama, yakni melalui kepala desa yang mendatangi rumahnya. “Isinya kami diminta mengosongkan lahan dan mengambil kompensasi ganti rugi,” ujarnya kepada wartawan, Selasa (3/2/2015).

Kendati demikian, ia memilih untuk tidak menggubris surat dari Kadipaten Pakualam, terlebih terdapat keganjilan dalam surat tersebut. Menurutnya, jika lahan yang mereka gunakan adalah milik PA maka tidak perlu meminta petani untuk mengembalikan. “Tetapi ini mereka meminta, berarti kan ini hak kami,” jelasnya.

Advertisement

Diakuinya, sudah lima bulan ia tidak beraktivitas di lahan PAG tersebut karena akses jalan menuju lahan merupakan milik PT Jogja Magasa Iron (JMI). Ia khawatir jika melewati akses jalan milik PT JMI dapat menjadi bumerang, misal dikriminalisasikan.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif