TIONGHOA JOGJA : Ini Sejarah Kue Keranjang

Tionghoa Jogja memiliki tradisi menyiapkan kue keranjang saat imlek.

Harianjogja.com, JOGJA-Dewa Dapur dipercaya naik ke surga pada tanggal 23 bulan 12 tahun Imlek. Dalam kepercayaan Tionghoa, pemilik rumah maupun pengurus di klenteng yang menyimpan rupang (patung) Dewa Dapur, akan menghantarkan kepergiannya ke surga dengan mempersembahkan sesaji.

Promosi Championship Series, Format Aneh di Liga 1 2023/2024

Pengurus Klenteng Poncowinatan, Margomulyo mengatakan sesaji yang diperlukan da syaratnya. Ragam dan jumlahnya pun harus ganjil. Dan yang lebih penting adalah aneka sesajian itu mengandung rasa yang serba manis seperti kue, manisan dan buah jeruk yang manis.

Margo mengatakan, sesajian dengan rasa manis memiliki tujuan khusus yakni agar Dewa Dapur hanya melaporkan kepada kaisar langit tentang hal yang manis yang telah dilakukan pemilik rumah.

“Laporan itu kan selama setahun. Dari sesaji itu inginnya yang dilaporkan ya hanya perbuatan manis-manis saja,” kata dia kepada Harianjogja.com, Rabu (6/1/2016).
.
Menurut cerita, Dewa Dapur dikirim dari surga ke bumi oleh kaisar langit untuk mencatat perilaku manusia sehari-hari. Semua perbuatan akan dicatat baik perbuatan baik maupun buruk sekalipun.

Hanya saja saat tiba waktunya Dewa Dapur melaporkan ke kaisar langit seminggu sebelum Imlek, manusia memberikan sesajian serba manis dengan harapan Dewa Dapur hanya akan melaporkan hal-hal manis tentang dirinya.

Dari sekian banyak makanan manis yang disajikan, salah satu kue yang sangat disukai Dewa Dapur adalah kue keranjang. Kue dari beras ketan atau yang disebut Nian Gao ini membawa makna agar keluarga yang merayakan Imlek tetap bersatu dan berkumpul layaknya di dalam keranjang.

Margo mengatakan, untuk menyempurnakan keberangkatan Dewa Dapur ke surga, pemilik rumah biasanya akan menyuci rupangnya dan menghantarkannya melalui sebuah doa khusus.