SOLOPOS.COM - Toilet seng masih menutup rapat toilet bawah tanah di Taman Panembahan Senopati, Kota Jogja, Rabu (27/12/2017). (Desi Suryanto/JIBI/Harian Jogja)

Toilet di Titik Nol sudah bisa diujicoba.

Harianjogja.com, JOGJA–Toilet Titik Nol Km yang dibangun menjorok ke tanah sudah bisa diuji coba. Fasilitas di dalamnya persis di hotel-hotel bintang lima. Pemda DIY mengklaim WC ini berstandar international. Semangat menghemat energi dan keinginan merangkul semua kalangan, termasuk difabel, merupakan latar belakang pembangunan jamban dan peturasan bernilai miliaran rupiah. Berikut laporan wartawan Harianjogja.com I Ketut Sawitra Mustika.

Promosi Tragedi Kartini dan Perjuangan Emansipasi Perempuan di Indonesia

Toilet yang berlokasi persis di depan Kantor Perwakilan Bank Indonesia DIY, Kota Jogja, ini sudah selesai dibangun, meski belum sempurna. Rabu (27/12/2017) kemarin, beberapa buruh bangunan masih memastikan wheelchair, semacam lift bagi para penyandang difabel, bisa berfungsi lancar saat kelak dioperasikan. Seng yang memisahkan area konstruksi dengan lingkungan sekitar juga belum dilepas.

Area depan atau pintu masuk Toilet Titik Nol Km dibuat dengan konsep tembus pandang, ala rumah kaca tempat sayuran dan bunga dibudidayakan. Luas bangunan bawah tanah ini kurang lebih 250 meter persegi, meliputi 12 bilik toilet wanita; enam bilik toilet pria; satu ruang khusus difabel; satu ruang khusus menyusui; dan 10 peturasan. AC selalu menyala sehingga orang yang berada di toilet tak pernah merasa gerah.

Lantainya ditata menggunakan granit berwarna krem doff. Dindingnya disusun juga dari granit, dengan warna krem glossy yang memancarkan kesegaran. Langit-langitnya dibuat dari gipsum.  Unsur keamanan tak dilewatkan. CCTV ditancapkan di sudut-sudut lobi. Tentu, kamera tak dipasang di tempat buang hajat. Biaya pembangunan kakus luks itu sebesar Rp5,7 miliar agar sesuai dengan standar turis.

Kesan awal itu belum seberapa dibandingkan penjelasan arsitek Toilet Titik Nol Km, Ardhyasa Fabrian Gusma. Dengan fasih, sabar, dan penuh antusiasme ia mendaraskan satu per satu keunggulan jamban rancangannya.

Pertama adalah masalah lampu. Febrian mengajak Harianjogja.com ke ruangan yang gelap gulita. Sebelum masuk, dia menekan saklar, tetapi tetap gelap. Kemudian, saat Fabrian melangkah melewati pintu, lampu-lampu seketika hidup.
“Ini pake motion sensor [pendeteksi gerakan]. Belum ada di toilet lain. Kalau tidak ada orang masuk, lampunya mati. Kalau ada orang gerak, langsung hidup,” kata dia.

Konsep yang diusung adalah hemat energi. Toilet bawah tanah perlu penerangan sepanjang waktu sehingga membiarkan pengunjung menghidupkan dan mematikan lampu sendiri bisa melanggar prinsip pengiritan. Oleh karena itu Fabrian berpikir perlu ada motion sensor.

Kampanye hemat energi juga tampil dalam teknologi pengolahan limbah bernama advanced oxidation processes (AOP). Bentuk AOP mirip cikal bakal komputer yang ditampilkan dalam film Imitation Game, papan gede dengan kabel-kabel menjuntai. Alat ini didatangkan langsung dari Jerman.

“Kami menggunakan sustainable water. Air yang sudah dipakai bisa dipakai kembali. Air cuci tangan nanti akan disaring kembali supaya bisa digunakan lagi. Airnya sudah dipilah-pilah, ada yang untuk flush [membilas toilet] dan yang untuk cuci tangan,” kata dia.

Ramah Difabel

Keistimewaan lain Toilet Titik Nol Km adalah wheelchair yang tugasnya mengangkut mereka yang berkebutuhan khusus agar gampang buar air. Fabian kembali mengklaim teknologi itu baru kali pertama ini diterapkan di tolilet.

Ia mengaku memasukkan wheelchair dalam rancangannya karena Pemda DIY ingin membangun toilet yang bisa dinikmati semua orang tanpa terkecuali. “Konsepnya adalah toilet ramah pada semua kalangan.”
Meski terkesan mewah, toilet bawah tanah ini tak mengabaikan kebiasaan orang Indonesia yang lebih nyaman buang hajat dengan cara jongkok ketimbang duduk.

“Walaupun standar internasional, toilet ini harus bisa dipakai semua orang. Malioboro banyak banget pengunjungnya. Mungkin sebagian dari kampung, sehingga tidak semua kloset di toilet ini adalah kloseng duduk, ada yang jongkok,” ujar Febrian.

Pemda DIY benar-benar berkeinginan mengakomodasi kebutuhan semua kalangan untuk buang feses dan urine di tempat paling banyak dikunjungi pelancong. Saat meninjau Toilet Titik Nol Km pada akhir November lalu, Gubernur DIY Sri Sultan HB X menyatakan ada yang kurang, yakni fasilitas bagi anak balita.

Masukan Gubernur kemudian direspons cepat. Kepala Pelaksana Proyek Pembangunan Toilet Underground Wintawan Alka Putranto mengatakan permalasahan itu sudah beres. Menurut dia, supaya toilet bisa dipakai bocah balita, dudukan warna biru dipasang. Ia lupa nama persis alat berwarna biru itu, yang pasti sifatnya portabel, bisa dilepas dan dipasang lagi.

Lantaran WC seharga Rp5,7 miliar masih ditutupi seng, Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Energi Sumber Daya Mineral (DPUP ESDM) DIY M. Mansur menyatakan segera memasang papan informasi supaya wisatawan dan warga sekitar tahu jamban dan peturasan sudah bisa dijajal.

“Nanti akan kami berikan informasi berupa tulisan, toilet bisa digunakan, yang penting Tahun Baru 2018 bisa dipakai. Setelah itu dievaluasi,” ucap dia melalui sambungan telepon. Dalam tahap uji coba, pemakai tidak akan dikenai biaya. Namun saat sudah resmi dibuka, mereka yang menggunakan kakus mahal itu akan dikenai tarif. Ongkos buang air besar dan kecil di Toilet Titik Nol KM belum ditentukan. Mansur berkata, “Nanti dilihat dulu. Tarif harus pakai peraturan gubernur, tidak bisa asal. Nanti tarifnya disesuaikan. Masa toilet internasional disamakan dengan toilet biasa? Masa sepur ekonomi dan eksekutif bayarnya sama? Kan beda.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya