SOLOPOS.COM - Keranda sebagai simbol matinya demokrasi dan lahirnya orde baru sebelum dibakar massa aksi di Titik Nol Kilometer, Jumat (10/10/2014), siang. (Ujang Hasanudin/JIBI/Harian Jogja)

Harianjogja.com, JOGJA-Puluhan warga dan mahasiswa yang tergabung dalam Aksi Rakyat Jogja (ARJ) berunjuk rasa di Simpang Empat Titik Nol Kilometer menolak pilkada tidak langsung, Jumat (10/10/2014).

Dalam aksinya tersebut mereka membakar keranda sebagai simbil matinya demokrasi dan lahirnya orde baru.

Promosi Jaga Jaringan, Telkom Punya Squad Khusus dan Tools Jenius

Unjuk rasa dimulai sekitar pukul 14.15 WIB. Selain membawa keranda, mereka juga membawa ban bekas, dan sejumlah poster bertuliskan penolakan pilkada tidak langsung.

Aksi ini mendapat pengawalan ketat dari kepolisian dan TNI karena menghambat arus lalu lintas dan aksi tersebut juga bersamaan dengan kedatangan kendaraan tempur tank milik TNI yang akan parkir di Alun-alun Utara.

Dalam orasinya, koordinator ARJ, Erol Daeng Alidiningrat mengatakan, perjuangan elemen rakyat dan mahasiswa dalam gelombang reformasi menumbangkan Soeharto kembali dikotori oleh sisa-sisa orde baru yang berkedok partai reformis yang menguasai parlemen.

Ia mengungkapkan dalam melawan kebangkitan orde baru dan penindasan tidak bisa diserahkan kepada presiden terpilih. Kekuatan massa rakyat yang solid, cerdas, dan berdaulat yang mampu menjadi kekuatan tanding dan mengikis habis elemen-elemen sisa orde baru.

“Di hadapan kita sisa orde baru telah merusak di dalam kekuatan mayoritas parlemen,” kata Daeng.

Menurut Daeng, parlemen telah nyata mendeklarasikan akan menjatuhkan kekuasaan eksekutif yang sah. Padahal dalam prinsip sistem presidensial, kata dia, kekuasaan eksekutif dan legislatif tidak bisa saling menjatuhkan.

Daeng menyerukan kepada masyarakat agar tidak terpecah belah. Melainkan rapatkan barisan guna menangkal bangkitnya orde baru.

“Kami menuntut mundur tokoh sisa-sisa orde baru yang haus kekuasaan yang sedang melakukan kekejian politik dengan mengorbankan NKRI,” tegasnya..

Dikatakan Daeng, aksi yang dilakukan merupakan rentetan aksi yang sudah dilakukan sejumlah elemen mahasiswa dan rakyat yang menolak pilkada tidak langsung sebelumnya. Aksi itu juga akan terus dilakukan hingga 20 Oktober mendatang atau bersamaan dengan pelantikan presiden terpilih Joko Widodo.

“Rakyat sudah geram, DPR dan MPR sudah dikuasai sisa orde baru sehingga tidak ada keseimbangan,” tandas Daeng.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya