Jogja
Rabu, 2 November 2016 - 06:20 WIB

TRADISI KULONPROGO : Suran, Antara Syukur & Mengenang Perjuangan Melawan Belanda

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Sebuah gunungan diarak bersama menuju Petilasan Kyai Daruno dan Ni Daruni pada upacara adat suran di Dusun X Beran, Desa Bugel, Kecamatan Panjatan, Kulonprogo menyelenggarakan upacara adat suran, Selasa (1/11/2016). (Rima Sekarani I.N./JIBI/Harian Jogja)

Tradisi Kulonprogo berupa upacara adat suran.

Harianjogja.com, KULONPROGO — Warga Dusun X Beran, Desa Bugel, Kecamatan Panjatan, Kulonprogo menyelenggarakan upacara adat suran di Petilasan Kyai Daruno dan Ni Daruni, Selasa (1/11/2016). Selain mengucapkan syukur atas berkah dari Tuhan yang diwujudkan dalam bentuk gunungan, warga juga mengenang jasa Kyai Daruno dan Ni Daruni yang berjuang melawan penjajahan Belanda.

Advertisement

(Baca Juga : TRADISI KULONPROGO : Serunya Mengenang Jasa Kyai Daruno dan Ni Daruni)

Setianingsih adalah salah satu warga yang berhasil dalam perebutan gunungan. Dia mendapatkan beberapa jenis sayuran, seperti tomat, kacang panjang, dan gambas. Dia berencana memasak sayuran tersebut agar berkahnya dapat dirasakan seluruh anggota keluarga.

“Mudah-mudahan jadi berkah karena ini sudah didoakan orang banyak,” kata perempuan berusia 30 tahun itu.

Advertisement

Hal serupa juga akan dilakukan Bambang Setyowati terhadap sayuran yang dia dapat. Dia ingin memasaknya sebagai menu makan malam di rumah.

“Ikut meramaikan tradisi saja. Ini dapat pare, terong, dan kacang panjang,” ucap dia, Selasa (1/11/2016).

Pemuka adat setempat, Prawoto Wiyono mengatakan, upacara adat suran merupakan wujud syukur warga Bugel atas segala berkah dari Tuhan. Mereka berharap bisa terus menikmati kemakmuran itu dan terhindar dari musibah. Tradisi itu juga dipertahankan untuk mempererat silaturahmi antarwarga.

Advertisement

Prawoto menambahkan, upacara adat tersebut sekaligus untuk mengenang jasa Kyai Daruno dan Ni Daruni. Keduanya adalah pengawal Pangeran Diponegoro yang berjuang melawan penjajahan Belanda pada tahun 1825 hingga 1830 lalu.

“Ketika dikejar Belanda, mereka sembunyi di dusun ini,” kata Prawoto.

Kepala Bidang Warisan Budaya, Adat, dan Tradisi Dinas Kebudayaan Kulonprogo, Singgih Hapsoro mengapresiasi komitmen warga Bugel dalam menjaga kelestarian upacara adat suran. Selain mendekatkan diri kepada Tuhan melalui doa-doa yang dipanjatkan bersama, warga juga diajak untuk tetap menjunjung tinggi budaya gotong royong dan kebersamaan.

“Petilasan yang merupakan peninggalan leluhur ini juga harus dijaga kelestarian,” ungkap dia kemudian.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif