SOLOPOS.COM - Warga berebutan mengambil hasil bumi yang disajikan lewat gunungan dalam tradisi wiwitan yang dilaksanakan di Dusun Geden, Desa Sidorejo, Lendah, Kulonprogo pada Minggu (17/4/2016). (Sekar Langit Nariswari/JIBI/Harian Jogja)

Tradisi Kulonprogo ini menarik wisatawan mancanegara

Harianjogja.com, KULONPROGO- Petani Dusun Geden, Desa Sidorejo, Lendah, Kulonprogo melaksanakan tradisi wiwitan guna mengawali panen raya pada Minggu (17/4/2016).

Promosi Riwayat Banjir di Semarang Sejak Zaman Belanda

Acara ini dilaksanakan bersamaan dengan tradisi kirab bergodo, grebeg, gunungan dan pentas seni sebagai bentuk pelestariaan budaya.

Tradisi wiwitan ini merupakan hal yang rutin dilaksanakan setiap tahun di desanya. Terlebih lagi, sebagian besar keluarga di Dusun Geden bekerja di sektor pertanian sebagai mata pencahariaan utama.

Karena itu, ia menyebutkan bahwa tradisi ini sangat perlu diturunkan kepada generasi muda, khususnya di zaman modern ini.

Karena itu, dalam pelaksanaan kali ini dilengkapi dengan ubo rampe berupa tumpeng, ingkung, gagar mayang, sambal gepeng, dan hasil bumi lainnya. Sejumlah sesaji ini kemudian disajikan dan diperebutkan oleh puluhan warga yang menghadiri acara ini.

Magut, warga Dusun Karang, Desa Jatirejo menyatakan bahwa ia memang sengaja datang untuk memperebutkan gunungan hasil bumi yang disajikan. “Tiap tahun saya selalu datang untuk ikut rebutan gunungan,” ujarnya.

Ia sendiri berhasil mendapatkan kacang tanah dan beberapa sayuran yang akan dimasak sesampainya di rumah. Menurutnya, hasil bumi dari sesaji ini akan bisa memberikan berkah pada warga.

Sejumlah warga juga banyak yang membawa anaknya untuk menyaksikan sejumlah pertunjukkan budaya. Selain itu, anak-anak ini juga banyak yang tertarik untuk ikut memperebutkan gunungan.

Tak hanya warga lokal, Eleanor, salah satu pengunjung yang merupakan warga Australia menyebutkan bahwa ia sengaja datang guna menikmati sejumlah sajian khas pedesaan yang nikmat. Ia sendiri sudah pernah melihat tradisi serupa di Sleman dan Bantul sebelumnya.

“Ini tradisi Jawa yang unik, saya memang sengaja datang untuk melihat langsung,”ujarnya.

Waluyo Jati, sesepuh Desa Sidorejo “Tradisi ini [wiwitan] penting agar tidak punah dimakan zaman dan dikenal generasi muda supaya tidak kehilangan jati diri,” ujarnya ditemui saat pelaksanaan acara.

Ia menguraikan bahwa panen yang dihasilkan kali ini mencapai jumlah 7 kilogram padi basah dari lahan seluas 2,5meter persegi. Menurutnya, jumlah ini termasuk kategori baik karena merupakan jenis sawah tadah hujan tanpa jaringan irigasi permanen.

Ia menyebutkan bahwa luas lahan yang ada di Dusun Geden terdiri dari 8 hektare persawahan dan digarap oleh 75 kepala keluarga (KK). Waluyp menjelaskan bahwa pertanian di daerah tersebut menggunakan teknik jejer legowo.

Teknik ini mengadalkan hujan sehingga nantinya petani harus menyedot air dengan pompa diesel guna mengairi sawahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya