SOLOPOS.COM - Foto Ilustrasi (Ist)

Beberapa penarik becak kayuh setuju dengan rencana penerapan zonasi becak tradisional

 
Harianjogja.com, JOGJA–Beberapa penarik becak kayuh setuju dengan rencana penerapan zonasi becak tradisional, walaupun mereka was-was, regulasi tersebut akan membatasi ruang gerak mereka.

Promosi Moncernya Industri Gaming, Indonesia Juara Asia dan Libas Kejuaraan Dunia

Zonasi ini merupakan bentuk penataan becak tradisional sebagai becak wisata sebagai tindak lanjut dari Perda DIY No.5/2016 tentang moda transportasi tradisional becak dan andong. Nantinya jika peraturan ini jadi diterapkan, becak yang sudah ditentukan mangkal di satu zona tidak boleh mangkal di zona lain.

Salah satu penarik becak di Malioboro, Saliman mengatakan, sebenarnya dari dulu pun sudah ada pembagian zona antara satu paguyuban dan paguyuban lain. Ia menjelaskan, seorang penarik becak tidak akan berpindah-pindah tempat mangkal seenaknya.

Ia mengatakan ada semacam perjanjian tak tertulis yang menyatakan seorang penarik becak yang mangkal di Malioboro, tidak boleh tiba-tiba mangkal di Ngabean. Hanya saja, ia mengaku, kadang dirinya mengambil penumpang di tempat lain.

“Misalnya saya nganter penumpang ke Ngabean, pas mau balik ternyata ada banyak penumpang dan becaknya kurang, ya, diambil. Kalau langsung nabrak, ya, enggak boleh,” jelasnya ketika ditemui di depan Kampung Ketandan, Minggu (6/4/2014).

Ia menambahkan, penumpang yang ia ambil adalah penumpang yang memang sudah tidak akan diambil oleh penarik becak yang mangkal ditempat tersebut.

“Biasanya mereka ngasi tahu ‘silahkan ambil’, karena sudah ramai. Atau saat kita ngambil penumpang, dilihat jaraknya, kalau sudah berpuluh-puluh meter kerumunan tukang becak, itu artinya penumpang sudah tidak diambil,” jelasnya.

Saliman menyampaikan kadang-kadang penarik becak melepas penumpang karena ramai atau karena harga yang diminta tidak sesuai. “Kalau di Alun-alun Selatan tarifnya ke Malioboro, Rp30.000, ada penumpang yang maunya kurang, pasti akan dilepas. Kalau dia minta Rp20.000, langsung saya ambil,” katanya.

Senada dengan Saliman, Diman, Ketua Paguyuban Becak Sahabat Wisata juga setuju-setuju saja jika nantinya ada zonasi becak tradisional, karena dari dulu memang seperti itu. Ia mengatakan zonasi adalah hal bagus agar lebih mudah mengatur keberadaan penarik becak.

Hanya saja ia khawatir, jika penerapan zonasi itu akan mempersempit ruang geraknya dalam mencari penumpang.“Misal di jalan [yang bukan merupakan zonanya] saya disetop penumpang, dan disana tidak ada becak, masak tidak saya ambil?” tanya Saliman.

Ia mengatakan tidak akan begitu saja mengambil penumpang di daerah yang bukan tempatnya mangkal. Selalu ia memastikkan, tindakan yang ia ambil tidak membuat penarik becak yang lain merasa didahului. Walaupun ia mengakui kadang-kadang memang ada penarik becak yang seenaknya mengambil penumpang dimanapun berada.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya