SOLOPOS.COM - Sebuah aksi untuk mengajak masyarakat lebih banyak berjalan kaki dan meninggalkan kendaraan bermotor digelar di Jogja beberapa waktu lalu. Sayangnya banyak trotoar yang kehilangan fungsinya, baik karena rusak atau karena diklaim oleh PKL untuk berjualan. (JIBI/Harian Jogja/ Desi Suryanto)

Sebuah aksi untuk mengajak masyarakat lebih banyak berjalan kaki dan meninggalkan kendaraan bermotor digelar di Jogja beberapa waktu lalu. Sayangnya banyak trotoar yang kehilangan fungsinya, baik karena rusak atau karena diklaim oleh PKL untuk berjualan. (JIBI/Harian Jogja/ Desi Suryanto)

JOGJA – Pemerintah Kota (Pemkot) dinilai mengabaikan hak-hak bagi para pejalan kaki. Selain banyak trotoar di sejumlah ruas jalan di Jogja yang rusak, sebagian besar juga beralih fungsi menjadi zona ekonomi. Hal tersebut menunjukkan Pemkot tidak memperhatikan kawasan pedestrian. Bila pemerintah tidak mengantisipasi masalah tersebut, bukan tidak mungkin beberapa tahun ke depan Jogja tidak lagi nyaman bagi pejalan kaki.

Promosi Mabes Polri Mengusut Mafia Bola, Serius atau Obor Blarak

“Selain tidak ramah bagi difabel, fungsi trotoar di Jogja tidak maksimal. Banyak jeglongan dan kondisinya miring sehingga tidak nyaman bagi pejalan kaki,” kritik pemerhati ruang publik, Aulia Reza dalam diskusi “Ruang Publik Bagi Pejalan Kaki” yang diadakan Cakrawala Institut di Rumah Makan Numani, Jogja, Kamis (12/7).

Dia mencontohkan hilangnya fungsi trotoar di Utara Statiun Tugu yang menjadi tempat angkringan, begitu pula dengan kawasan sepanjang Malioboro yang menjadi tempat parkir. Bahkan, jelas Aulia, dititik-titik tertentu trotoar sepi dari pejalan kaki sehingga menjadi tempat berjualan. Hal tersebut disebabkan karena Pemkot menganut asas pembiaran.

Berkaca pada persoalan yang muncul di kawasan Malioboro dan Titik Nol Kilometer akhir-akhir ini, Aulia mendesak agar segera dibangun sistem integritas untuk menuntaskan masalah tersebut. Dia juga berharap pemerintah rembuk bersama dengan sejumlah pihak agar Malioboro bisa nyaman sebagai kawasan pendestrian.

“Kalau dibiarkan, justru akan menimbulkan persoalan di kemudian hari. Hak-hak pejalan kaki yang diabaikan justru malahirkan budaya orang tidak mau jalan kaki dan memilik untuk naik kendaraan,” Aulia mengingatkan.

Teaterawam Jogja Wandi Darmawan sampai tidak habis pikir dengan kondisi Jogja saat ini. Dia mengkritik semakin hilangnya hak-hak pejalan kaki. Hal tersebut terjadi karena tidak ada sistem yang mengatur masalah tersebut. “Juga, tidak ada satupun blueprint terkait strategi kebudayaan yang saya lihat dilakukan pemerintah. Padahal, pemerintah memiliki tanggung jawab itu, tetapi tidak ada,”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya