SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Harianjogja.com, BANTUL- Keinginan pamong desa di Bantul untuk tetap mendapat jatah tanah plungguh atau bengkok bakal sulit tercapai. Pemerintah mengklaim tidak mau melanggar perundang-undangan demi memenuhi keinginan pamong desa tersebut.

Seperti diketahui, pamong desa di Bantul diantaranya Paguyuban Dukuh (Pandu) meminta kepada pemerintah agar pamong desa tetap mendapat jatah tanah plungguh yang selama ini menjadi penghasilan mereka.

Promosi Iwan Fals, Cuaca Panas dan Konsistensi Menanam Sejuta Pohon

Namun UU Desa yang terbit belakangan mengamanahkan agar tanah plungguh ditarik dari pamong desa dan harus menjadi aset pemerintah desa yang keuntungannya digunakan untuk masyarakat desa.

Kepala Bagian Pemerintahan Desa (Pemdes) Kabupaten Bantul Heru Wismantara menyatakan, Pemkab Bantul tidak akan melanggar UU Desa dengan tetap memberikan tanah plungguh ke pamong desa.

“Kami bahkan sudah berkonsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri [Kemendagri] soal tanah plungguh. Sesuai UU tanah itu harus dikelola oleh pemerintah desa dan keuntungannya masuk dalam APBDes,” terang Heru Rabu (10/12/2014).

Kendati demikian, untuk menarik tanah plungguh dari pribadi pamong dan diserahkan ke pemerintah desa masih butuh waktu. Sebab pemerintah Kabupaten Bantul bersama DPRD baru akan menyusun Peraturan Daerah (Perda) mengenai tanah plungguh pada 2015.

Ketua Komisi A DPRD Bantul yang membidangi masalah desa Amir Syarifudin mengatakan, tuntutan agar tanah plungguh tetap dikelola pamong desa terus bergulir. “Yang datang ke sini menyampaikan tuntutan dan minta agar dewan memperjuangkan banyak,” ujarnya.

Namun demikian, pihaknya kata dia tidak boleh melanggar UU. Perda tentang tanah plungguh yang akan disusun tidak boleh bertentangan dengan UU Desa. Dewan kata dia akan berkoordinasi dengan pemerintah DIY terkait tuntutan pamong desa tersebut. “Tuntutan warga itu biasa, mari duduk bersama kita bicarakan,” tuturnya.

Terpisah, Kepala Bagian Tata Pemerintahan (Tapem) Kabupaten Bantul Danang Erwanto menyatakan, tanah plungguh yang dikelola pamong merupakan tanah kas desa bukan Sultan Grond (SG). “Tidak ada tanah SG, itu tanah kas desa namanya. Meski dahulu asal usulnya merupakan pemberian dari Sultan sebagai gaji pamong,” paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya