SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

BANTUL—Pemerintah Desa (Pemdes) Guwosari terpaksa mengandalkan pendapatan asli desa (PADes), seperti penarikan biaya pendaftaran untuk mengisi kekosongan kas desa, untuk menutup biaya operasional desa.

Upaya itu terpaksa dilakukan karena dana kas desa yang digelapkan oleh Kepala Bagian Keuangan Desa berinisial PI yang termasuk di dalamnya adalah Alokasi Dana Desa (ADD) belum bisa dibuat laporan pertanggungjawaban. Sehingga, ADD sejak triwulan IV 2011 hingga triwulan II 2012 masih belum bisa dicairkan.

Promosi Primata, Permata Indonesia yang Terancam Hilang

Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Guwosari, Juremi, mengatakan, pihaknya sudah melakukan konsultasi dengan Pemdes Guwosari. Namun, memang syarat utama untuk mencairkan ADD adalah dengan laporan pertanggungjawaban, sehingga tidak ada keringanan.

“Kami hanya bisa andalkan pemasukan rutin saja yang besarannya sekitar Rp10.000 per orang,” ujarnya saat dihubungi Harian Jogja, beberapa waktu lalu.

Ia mengatakan jika memang ADD belum bisa cair dan kebutuhan dana mendesak, ia akan berkoordinasi dengan kepala desa dan tokoh masyarakat untuk mengubah peraturan desa (perdes) terkait tarif atau biaya pendaftaran. Meski tidak semua item pendaftaran akan dinaikkan tarifnya. “Misalnya, pendaftaran pernikahan. Kecuali yang miskin, tetap dibebaskan biaya,” terangnya.

Ia mengatakan, jika hanya mengandalkan pemasukan rutin, tidak akan cukup untuk operasional desa. Apalagi, utang desa saat pelaksanaan pilkades pun cukup besar. Sebelumnya, bersama Kades Guwosari, pihaknya sudah mencoba untuk meminta tanah milik PI untuk disewakan agar bisa digunakan untuk membantu membayar utang. Tapi belum terlaksana karena PI menyerahkan urusan ke pengacara. “Sementara, kami belum bisa bertemu dengan pengacaranya,” akunya.

Dihubungi terpisah, Ketua Komisi A DPRD Bantul, Agus Effendi menjelaskan, mekanisme pencairan ADD sudah baku. Sehingga, desa memang harus menyelesaikan pertanggungjawaban penggunaan ADD triwulan sebelumnya untuk bisa mencairkan ADD triwulan berikutnya.

Hal ini, lanjutnya, merupakan upaya dari pemerintah untuk mengantisipasi adanya penyalahgunaan yang dilakukan desa dalam ADD. Kasus Guwosari ini menurutnya merupakan salah satu penyalahgunaan yang dilakukan oknum pamong desa, sehingga memang kecil kemungkinan ada keringanan.“Tapi sebaiknya konsultasi dulu dengan Pemdes atau Bupati,” ujarnya.

Terkait kemungkinan bantuan hibah, Agus mengatakan hal tersebut bisa diberikan namun memang harus terprogram. Hibah dari pemerintah kabupaten harus masuk APBD dulu, sehingga dana hibah belum bisa diandalkan untuk sumber dana dalam waktu dekat.

Sebelumnya, Kepala Bagian Pemerintah Desa Bantul, Sigit Widodo menegaskan laporan pertanggungjawaban harus disusun sebenar-benarnya dan tidak boleh fiktif. Ia menawarkan solusi PI mencari dana Rp40,94 juta untuk ADD triwulan III dan membayarkan ke yang berhak agar laporan pertanggungjawaban bisa disusun. Dengan demikian, dana ADD triwulan IV bisa dicairkan.

“Intinya kan yang berhak terima uang ADD benar-benar terima dan itu harus diupayakan tapi bukan dari dana desa agar tidak muncul masalah baru,” tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya