SOLOPOS.COM - Salah satu proses pembuatan batik sinom parijotho salak di Dusun Plapangan, Pandowoharjo, Sleman. (Rima Sekarani/JIBI/Harian Jogja)

UKM DIY terus didorong menggunakan bahan ramah lingkungan. Adapun perajin batik belum sepenuhnya merealisasikan karena terganjal masalah biaya produksi.

Harianjogja.com, SLEMAN-Ketua Paguyuban Perajin Batik Sleman Tanti Syarif mengungkapkan, dari ratusan perajin, hanya tiga perajin yang konsen menggunakan pewarna alam di wilayahnya. Adapun masing-masing kelompok telah melakukan pelatihan terkait penggunaan zat warna alam namun hal tersebut belum dapat meningkatkan minat perajin untuk menggunakan pewarna alam.

Promosi Jaga Jaringan, Telkom Punya Squad Khusus dan Tools Jenius

“Kalau pakai pewarna sintetis, satu kali celup warnanya bisa muncul. Kalau pewarna alam, minimal 10 kali [warna] baru muncul,” kata Tanti, Rabu (5/8/2015).

Jika dilihat dari persediaan bahannya, di Sleman masih mudah dijumpai tanaman yang bisa dimanfaatkan untuk bahan pewarna. Namun kendalanya lebih pada belum adanya segmentasi pasar yang jelas, yang berminat pada batik warna alam. Selain itu harga yang dipasang juga jauh lebih mahal mengingat proses produksinya yang rumit.

Sebenarnya, lanjut Tanti, pewarna alam lebih ramah lingkungan. Dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan tidak berbahaya dibandingkan pewarna sintetis.

Sementara itu, Kasi Pengembangan Usaha Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Sleman Moch. Komarudin menyampaikan, konsistensi warna yang dimunculkan dari pewarna alam juga menjadi pemicu para perajin tak berminat menggunakan pewarna alam.

“Kadang warna yang dihasilkan itu tidak sama,” kata dia.

Harga batik dengan pewarna alam memang mahal. Bahkan bisa mencapai lima kali lipat dari batik pewarna sintetis. Menurutnya, alasan mahalnya harga memang disebabkan proses pencelupan yang harus dilakukan berkali-kali. Bahkan ia menyebut pencelupan ke 25 hingga 30 baru memunculkan warna yang diinginkan.

Ia juga menyebut konsumen batik pewarna alam memang lebih terbatas. “Orang awam memang tidak paham dengan batik warna alam karena warnanya terlihat lusuh dan tidak mencolok,” ungkapnya.

Beberapa tanaman yang dapat digunakan sebagai pewarna alam di antaranya kulit batang pohon mahoni, daun mangga, beberapa jenis rerumputan, dan masih banyak lagi. “Hitungannya kalau di Sleman sudah ada. Tidak susah nyarinya,” kata dia.

Untuk mempermudah perajin memperoleh bahan pewarna alam, pihaknya meminta Dinas Pertanian Perikanan dan Kehutanan (DPPK) Sleman untuk meningkatkan penanaman tanaman pewarna. “Kami minta Dinas Pertanian untuk menggalakkan penanaman tumbuhan yang mampu menghasilkan pewarna,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya