Jogja
Jumat, 30 Mei 2014 - 15:19 WIB

ULANG TAHUN NAIK TAKHTA : Melestarikan Adat Istiadat dan Budaya Menjadi Tantangan Terberat

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto Sejumlah abdi dalem kanca gladak didampingi abdi dalem keparak memikul jodang berisi makanan untuk disajikan kepada Sultan dan keluarga di Kraton Kilen, Kompleks Keraton Ngayogyakarta, Jumat (10/01/2014). Tradisi menyiapkan makanan untuk Sultan dan keluarga kerajaan itu dilaksanakan setiap hari pada siang hari jelang makan siang.

Harianjogja.com, JOGJA- Tantangan terberat yang dihadapi Sri Sultan Hamengku Buwono selama 25 tahun jumenengan atau menjabat sebagai Raja Kraton Ngayogyakarta adalah upaya melestarikan dan menjaga adat istiadat serta budaya yang ada. Karena saat ini budaya klasik sudah mulai tergerus oleh budaya modern.

Sri Sultan Hamengku Buwono X memperingati tingalan jumenengan atau hari ulang tahun naik takhta yang ke-25 tahun pada Kamis (29/5) atau 29 Rejeb Tahun Alip 1947. HB X naik tahta pada 7 Maret 1989 atau bertepatan dengan 29 Rejeb 1921.

Advertisement

“Tantangan terberat, bagaimana kraton bisa terus mempertahankan budaya, karena budaya yang klasik ini yang lama-lama bukan tergerus sih tapi anak muda sekarang banyak yang terlalu modern. Jadi kraton sendiri kan budayanya ya klasik, bagaimana tantangannya adalah mensinarkan kesenian tradisional wayang kulit gamelan agar membudaya di seluruh DIY,” kata putri pertama Sultan, GKR Pembayun, saat dihubungi, Kamis (29/5/2014) malam.

Soal peran ganda Sultan selain sebagai Gubernur dan Raja juga sebagai keluarga, menurutnya keluarga yang menyesuaikan.

“Kita ini keluarga harus bisa mengadaptasi, kapan bapak bisa seorang gubernur, kapan bapak kita itu menjadi bapak sendiri, dan juga tentunya itu kapan bapak menjadi gubernur. Kita sendiri yang mengikuti lokasi dan situasi. Jadi kita yang harus mengikuti. Kalau bapak kan di tiga bidang itu, sebagai bapak, gubernur dan raja kita. Gubernur bicara soal pemerintahan, kraton kita punya aturan sendiri, kalau di rumah sebagai bapak kita ya bebas,” kata dia.

Advertisement

Sejumlah rangkaian acara dilakukan untuk memperingati naik takhtanya Sultan. Bahkan, Kraton Ngayogyakarta sempat ditutup untuk umum dan wisatawan saat digelar acara.

Sejumlah acara yang digelar seperti ngebluk atau membuat adonan apem pada Selasa (27/5/2014). Baru pada hari berikutnya yaitu Rabu (28/5/2014) proses memasak apem dilakukan.

Apeman dilakukan di Bangsal Kedaton Sekar Kedhaton. Prosesi tersebut dipimpin langsung permaisuri Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas, turut hadir pula putri- putri HB X seperti GKR Pembayun.
Kemudian dilanjutkan dengan lantunan doa di Bangsal Kencana tepat pada hari naik takhtanya.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif