SOLOPOS.COM - Ilustrasi. (Dok/JIBI/Solopos)

UMK 2016 ditetapkan naik, namun honor GTT/PTT masih belum menyesuaikan

Harianjogja.com, KULONPROGO– Kenaikan Upah Minimum Kabupaten (UMK) yang dituntut kalangan buruh seakan tidak pernah berlaku buat mereka. Honor yang diterima tetap saja jauh dari kata layak, hanya Rp150.000 per bulan.

Promosi Mimpi Prestasi Piala Asia, Lebih dari Gol Salto Widodo C Putra

Sulistyo adalah Guru Tidak Tetap (GTT) pertama yang Harian Jogja temui di SD Negeri Trayu, Dusun Protowangsan, Desa Tirtorahayu, Kecamatan Galur, Kulonprogo, Sabtu (7/11/2015).

Sulis pernah bekerja sebagai guru Pendidikan Jasmani (Penjas) per 2010 lalu. Empat tahun kemudian, ada seorang guru Pegawai Negeri Sipil (PNS) baru yang ditempatkan di SD Negeri Trayu. Keduanya tidak bisa berbagi jam mengajar karena guru PNS diwajibkan mengajar minimal 24 jam per minggu, total jam mengajar yang sebelumnya diampu Sulis. Untungnya, dia tidak diberhentikan begitu saja. “Jadi mengajar ekstrakurikuler drum band,” ungkap Sulis.

Meski jadwal ekstrakurikuler hanya sekali sepekan, Sulis tetap ke sekolah setiap pagi layaknya guru lain. Terkadang dia diminta untuk masuk kelas jika ada guru yang berhalangan hadir. Dia juga membantu guru menyelesaikan sejumlah tugas administratif, seperti perekapan nilai. Tugas Sulis saat ini bisa jadi lebih banyak dibanding ketika fokus sebagai guru Penjas. Honornya? Sama saja. “Rp150.000 per bulan,” tutur Sulis.

Pendapatan itu bisa jadi habis untuk kebutuhan transportasi menuju sekolah dari rumahnya di Dusun VI, Desa Bugel, Kecamatan Panjatan. Walau begitu, dia tidak berencana mundur dari GTT sembari terus berharap pemerintah mengeluarkan program dan kebijakan yang bisa memberinya rasa lega. Jika memang tidak bisa diangkat sebagai PNS, dia berharap ada tambahan alokasi anggaran agar honornya lebih layak.

Dewi Kurnia Sari. Ibu satu anak itu adalah Pegawai Tidak Tetap (PTT)  yang bertugas sebagai pustakawan di SD Negeri Trayu. Dia juga hanya menerima honor Rp150.000 per bulan yang bahkan tidak cukup untuk kebutuhan transportasi sehari-hari.

“Saya nglaju dari Sanden, Bantul setiap hari. Jaraknya kira-kira 12 kilometer,” kata perempuan berusia 32 tahun itu.

Berbeda dengan Sulis, Dewi punya pekerjaan sambilan membuat aneka aksesoris. Hasilnya malah lebih banyak, bisa mencapai Rp500.000 per bulan. Namun, dia tetap bertahan sebagai PTT dengan memegang harapan yang sama seperti Sulis, diangkat menjadi PNS atau mendapat honor yang layak. “Minimal bisa UMK,” ucapnya sambil terus menyampuli buku.

Wagino, menjadi PTT sebagai penjaga sekolah sejak 2001. Mulanya dia bahkan hanya menerima Rp100.000 per bulan. Dua tahun belakangan, honornya bertambah menjadi Rp400.000 karena pertimbangan masa pengabdian. Dia juga mendapatkan insentif dari Pemda DIY sebesar Rp100.000 per bulan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya