SOLOPOS.COM - Paidi menunjukkan karya kerajinan bambu

Usahanya dalam memasarkan produk lokal Gunungkidul tersebut pernah mengalami pasang surut yang akhirnya harus tetap merendahkan hatinya.

 

Promosi Komeng The Phenomenon, Diserbu Jutaan Pemilih Anomali

 

Harianjogja.com, WONOSARI— Menjadi satu-satunya produsen kerajinan bambu yang unggul di Gunungkidul tak lantas membuat Paidi, 55, seorang warga Dusun Ngoro-oro, Desa Giriasih, Kecamatan Purwosari berbangga diri. Pasalnya, usahanya dalam memasarkan produk lokal Gunungkidul tersebut pernah mengalami pasang surut yang akhirnya harus tetap merendahkan hatinya.

Sejak 1987 lalu, Paidi mencoba untuk belajar mebuat kerajinan tangan dari bambu yang sederhana secara otodidak. Berawal dari keinginannya untuk memanfaatkan tumbuhan bamboo yang banyak tumbuh di sekitar rumahnya, akhirnya ia mulai memutuskan untuk menekuni usaha kerajinan bamboo.

Usaha yang ia lakukan pun diikuti dengan niat dan kerja keras yang besar. Pada awal tahun usahanya, ia mengajukan untuk bekerjasama dengan Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan ESDM Gunungkidul untuk mengembangkan kemampuannya. Beruntung, Dinas memberi signal positif sampai pada sekitar tahun 90-an Dinas memberangkatkannya ke Rajapolah di Tasikmalaya, Jawa Barat untuk mengikuti kunjungan pemasaran bersama dengan beberapa pengusaha industry kecil dari daerah lain salah satunya yakni pengusaha olahan makanan dari Tepus Gunungkidul.

Awalnya, kerajinan bamboo yang ia kerjakan yakni membuat dinding bamboo (gedhek). Beberapa orang di desanya pun sebagian juga melakukan hal yang sama, yakni membuat dinidingg bamboo. Seiring berjalannya waktu, Paidi berusaha untuk membuat sesuatu yang berbeda. Akhirnya ia memutuskan untuk belajar membuat anyaman-anyaman yang membentuk kerajinan tangan yang unik. Meskipun beberapa resiko membayanginya bahwa kerajinan tangan unik tidak memiliki pasar sebagus dinding, namun hal tersebut tak menjatuhkan niat Paidi untuk bergerak secara berbeda.

“Kebanyakan orang bilang kalua Dinding itu lebih gampang penjualannya, banyak yangb membutuhkan tidak seperti kerajinan tangan ini. Namun saya tidak goyah,” kata dia, Jumat (22/4).

Ia rajin mengikuti pelatihan yang diadakan oleh Dinas dari beberapa kegiatan pelatihan tersebut ia sellau mendapatkan pelajaran yang dapat membuat usahanya berkembang. Akhirnya ia pun dapat menguasai beberapa tekhnik anyaman. Sehingga ia pun memberanikan diri untuk membuka pasar yang lebih luas lagi, dengan cara menawarkannya kepada para pengusaha took kerajinan atau oleh-oleh. Usahanya sedikit demi sedikit mengalami kemajuan. Namun suatu hal yang ia khawatirkan ialah jumlah pengrajin yang bekerja membantunya membuat kerajinan masih minim. Ia mengajak beberap tetangganya untuk bekerja bersamanya, namun hanya beberapa orang saja yang mau.

Hingga suatu hari pada tahun 1995 kekhawatirannya akan terbatasnya SDM tersebut terjadi. Ia mendapatkan orderan sekitar 300 items dari sebuah perusahaan di Jogja untuk membuat kerajinan . Dengan SDM yang hanya berjumlah 12 orang, dalam waktu satu bulan pekerjaan orderan tersebut tidak dapat ia selesaikan. Di titik tersebutlah Paidi harus menanggung kerugian hingga Rp2 juta.

“Kalau disamakan tahun sekarang, ya bias Rp5 juta saya rugi waktu itu,” kata dia.

Dalam pengalamannya tersebut, ia menyadari bahwa kerugian yang terjadi juga merupakan kesalahannya. Pasalnya sejumlah 12 SDM yang mengerjakan tidak memiliki kualitas yang bagus dalam menghasilkan produkl anyaman. Ia berpikir bahwa mereka memiliki modal awal yakni mampu menganyam bamboo saja, namun ternyata anyamannya memiliki pola yang berbeda.

Hal tersebut akhirnya menyadarkannya bahwa setiap hal yang dilakukan tak dapat langsung dikerjakan begitu saja tanpa memiliki kemampuan. Menurutnya, untuk mngerjakan kerajinan bamboo setidaknya pernah mengikuti training terlebih dahulu. Dengan begitu ia berharap pelatihan terhadap pengrajin lokal harus tetap sering diadakan, baik oleh perusahaan kerajinan maupun pemerintah atau dinas yang terkait.

Bagi Paidi, pelatihan-pelatihan tersebut benar-benar bermanfaat dan dapat meningkatkan kualitas SDM. Sehingga, untuk Indonesia khususnya Gunungkidul seiring usahanya dalam meningkatkan sector pariwisata, juga haarus meningkatkan mutu SDMnya agar dapat memanfaatkan pariwisata untuk memperbaiki perekonomian. (Mayang Nova Lestari)

Pengrajin Bambu asal Purwosari Gunungkidul memamerkan sejumlah hasil karyanya berupa kerajinan dari bambu, antara lain Nampan, tempat pensil, tempat tisu, lampu hias, tempat nasi, dan piring, Jumat (22/4).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya