JOGJA—Sistem politik Indonesia yang baru serta kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya informasi publik menjadi salah satu penyebab belum dikenalnya UU No.14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).
Promosi Selamat Datang Kesatria Bengawan Solo, Kembalikan Kedigdayaan Bhineka Solo
“Padahal sebagai hak dasar, informasi harus dimiliki oleh setiap warga negara Indonesia. Tujuannya agar hidupnya makin sejahtera, cerdas dan aktif dalam kehidupan berpolitik,” kata dosen Universitas Atmajaya Yogyakarta, Lukas S. Ispandriarno, saat acara diskusi dan sosialisasi hak masyarakat atas keterbukaan publik di Royal ambarrukmo, Selasa (22/5).
Menurut dia, pada kenyataannya lembaga publik yang dibiayai anggaran negara belum menunjukan keseriusan untuk membuka informasi kepada masyarakat. Padahal, sambung Lukas, informasi yang dibutuhkan masyarakat adalah informasi yang lebih kepada pelayanan umum.
Ia menilai badan publik yang belum terbuka adalah kepolisian. Hal itu terlihat dari masih enggannya kepolisian memberikan informasi secara terbuka khususnya mengenai sejumlah kasus.
Belum terbukanya informasi publik di DIY, terlihat di Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan dan Kota. “Misalnya saja mengenai e-KTP yang tidak jelas. Di sini masyarakat perlu tahu informasi itu,” imbuh dia.
Adapun peran pemerintah dan kelompok strategis termasuk media massa memiliki peran yang sangat penting untuk mensosialisasikan informasi publik kepada masyarakat.