BANTUL—Meski belum ada kepastian lokasi pembangunan bandara baru di DIY, sebagian warga pesisir Bantul sudah banyak memperbincangkannya.
Promosi Jaga Jaringan, Telkom Punya Squad Khusus dan Tools Jenius
Perbincangan seputar imbas keberadaan bandara hingga perhitungan harga pembebasan tanah kerap terdengar dari warga.
Ditemui Harian Jogja, Senin (16/4) siang, salah satu warga Desa Srigading, Sanden, Susanto, 44, mengakui sebagian warga memang menolak rencana pembangunan bandara di wilayah Sanden dan Srandakan, Bantul.
“Kalaupun punya uang banyak (karena pembebasan lahan dengan harga tinggi), warga mau pindah kemana?” Kata dia.
Sebab, sebagian besar warga di dua kecamatan itu menggantungkan hidup dari pertanian lahan pasir. Alhasil, relokasi diyakini bakal menimbulkan masalah baru.
“Mereka yang sudah turun temurun menekuni profesi sebagai petani akan kesulitan memulai hidup baru dari nol,” jelasnya.
Sementara, salah satu warga Desa Puluhan, Srandakan, Jatmiko, 32, berharap Pemprov menjatuhkan pilihan lokasi pembangunan bandara baru di Sanden. “Bantul lebih strategis. Perjalanan ke jantung kota Jogja lebih dekat dari Sanden daripada Temon,” ujarnya kepada Harian Jogja.
Jatmiko tidak menyangkal dukungannya lebih berlatar pada besarnya harapan pada harga pembebasan lahan. “Kalau untuk JJLS sekitar Rp350.000 per meter persegi, untuk bandara harusnya bisa Rp500.000,” tandasnya.(ali)