Jogja
Jumat, 28 Oktober 2011 - 17:00 WIB

Warga Code resah beronjong tak mampu bendung material lahar dingin

Redaksi Solopos.com  /  Budi Cahyono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

JOGJA—Warga di bantaran Kali Code Jogja dihantui kecemasan memasuki musim hujan ini. Fasilitas beronjong yang dibangun guna menahan masuknya material lahar dingin Merapi diyakini tak akan dapat membendung aliran air dan banjir.

Sejumlah warga yang tinggal di bantaran Kali Code mengaku waswas bila hujan turun. Ngadiyem, 50, salah satu warga RT 31, Kelurahan Gowongan, Kec. Jetis, Jogja ditemui, Jumat (28/10) menuturkan, antara rumah penduduk dengan sungai hanya dibatasi beronjong yang diyakini tak kuat menahan aliran banjir. Beronjong setinggi sekitar 1,5 meter dari dasar sungai tersebut juga tak sepenuhnya menutupi bibir sungai. Di beberapa titik terlihat masih ada ruang kosong yang tak dibangun beronjong dan mudah dimasuk material lahar dingin.

Advertisement

Menurut Ngadiyem, beronjong hanya menahan sementara material Merapi namun tidak untuk rembesan air. Bila hujan deras dipastikan air masuk rumah warga. “Kecuali kalau dibangun tembok seperti di sebarang sungai air nggak bisa masuk, tapi kalau beronjong hanya untuk material saja,” ujarnya.

Kondisi itu katanya terjadi saat musim penghujan awal tahun. Meski di beberapa tempat sudah ada beronjong tetap saja air masuk rumah. “Dulu pas banjir beronjongnya sudah ada tapi kan air tetap masuk di sela-sela batu. Rumah saya banjir,” ungkapnya.

Bila banjir tiba, Ngadiyem beserta keluarganya terpaksa mengungsi ke rumah tetangga sebelah atas yang jauh dari sungai. Selain merendam rumah warga, banjir katanya juga menyebabkan saluran pembuangan limbah WC mampet. Akibatnya berbagai macam sampah, kotoran mengambang  dan bertebaran di mana-mana. Saat kondisi seperti itu untuk buang air pun kata dia, harus menumpang di rumah warga.

Advertisement

Sementara Sukarni, 37, warga lainnya yang juga tinggal di bantaran sungai mengatakan, hingga memasuki musim hujan tidak ada sosialisasi dari pemerintah atau simulasi bagaimana menghadapi banjir. Warga katanya juga tak tahu mengenai sistem peringatan dini (Early Warning System) saat banir datang. “Nggak tahu kalau di atas atau Sleman hujan, di sini juga nggak ada pengeras suara. Paling biasanya lewat HT (Handy Talky) tapi juga kan lama tahunya,” katanya.

Baik Sukarni maupun Ngadiyem berharap bila ternyata banjir melanda ada keprihatinan dari pemerintah berupa bantuan, terutama perbaikan rumah. “Dulu saat banjir rumah saya rusak, ini diperbaiki lagi sekarang saya ngutang, nggak ada bantuan perbaikan rumah kecuali sembako,” tutur Ngadiyem.(Harian Jogja/Bhekti Suryani)

Advertisement
Advertisement
Kata Kunci :
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif