SOLOPOS.COM - Foto ilustrasi (JIBI/Harian Jogja/Antara)

Di luar tugas sehari-harinya untuk menyajikan berita bagi pembaca ataupun pemirsa televisi dan pendengar radio, wartawan ternyata juga bisa membuat dan membacakan puisi dengan baik. Bagaimana serunya pembacaan puisi, berikut tulisan wartawan Harian Jogja Jumali.

Gedung Basiyo di XT Square, Sabtu (23/3/2014) malam berbeda dari malam-malam sebelumnya. Kalau biasanya di gedung ini digunakan untuk pertunjukkan musik Koesplus, dangdut ataupun keroncong, malam itu pembacaan puisi yang dilakukan dalam event bertajuk Malam Insan Media Baca Puisi. Mereka adalah para wartawan yang bertugas di Jogja.

Promosi Uniknya Piala Asia 1964: Israel Juara lalu Didepak Keluar dari AFC

Dalam kegiatan yang digelar Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jogja bersama dengan
manajemen XT Square tersebut hadir juga beberapa seniman dan pejabat di DIY.

Namanya juga wartawan, maka situasi terkini yang sedang menjadi perbindangan hangat di media diangkat menjadi sebuah puisi. Seperti puisi berjudul Dar Der Dor yang dibacakan oleh wartawan Kedaulatan Rakyat Soeparno S Adhi.

Puisi tersebut idenya dari adanya penembakan polisi yang dilakukan oleh bawahanya yang juga polisi. Kekerasan demi kekerasan dia ungkapkan lewat puisinya tersebut, termasuk penembakan di Lapas Cebongan.

Selain itu ada juga puisi yang mengangkat soal kembanggan menjadi seorang wartawan yang meski hidupnya pas-pasan tetapi tetap bersemangat mengejar berita.

Beberapa wartawan lain yang ikut berpartisipasi adalah Rina Wijayanti dari Harian Jogja, Thomas Pudjo dari Kompas, Wisnu Wardhana dari Metro TV, Pemimpin Redaksi Kedaulatan Rakyat Octo Lampito, Ketua PWI Sihono HT dan lainnya. Selain awak media, ada juga Danrem Pamungkas Sabrar Fadilla, Kepala BPJS Kesehatan Divre VI Jateng-DIY Andayani Budi Lestari, aktor Boedi Djarot dan lainnya.

Acara ini makin meriah dengan monolog oleh Susilo Nugroho atau yang akrab dipanggil Den Baguse Ngarso. Dia membawakan cerita tentang dukun yang banyak dicari meskipun sebenarnya tidak mumpuni.

Sihono HT di sela sela acara mengatakan, acara yang digelar dalam rangka peringatan Hari Pers Nasional itu selain jadi ajang silaturahmi insan pers dengan relasi, juga sebagai wujud kepedulian wartawan terhadap budaya.

“Kegiatan yang berbau budaya terus kami lakukan saat peringatan Hari Pers Nasional. Tujuannya, agar kepekaan kami tetap terasah dan terjaga,” ujarnya.

Menurut Sihono, kepekaan terhadap budaya sangat penting perannya. Apalagi setiap hari wartawan dihadapkan dengan fenomena yang berkembang di masyarakat. Selain wartawan, kepekaan budaya juga harus dimiliki oleh profesi lain seperti politisi dan birokrasi. “Pemimpin juga harus peka dengan kondisi masyarakat,” jelasnya.

Adapun Ketua Panitia gelaran, Kocil Birawa mengungkapkan sedikitnya 40 puisi dibacakan oleh wartawan pada kegiatan tersebut. Selain wartawan, terdapat penyair, seniman, budayawan dan politisi ambil bagian dalam pembacaan puisi dengan tema yang bebas tersebut.

“Jika selama ini pembacaan puisi hanya dilakukan oleh teman-teman, saat ini kami menggandeng sejumlah relasi. Tujuannya agar bisa jadi ajang komunikasi dan silaturahmi,” imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya