SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

JOGJA—Tuberkulosis (TBC) yang disebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis merupakan penyakit menular yang menyerang paru-paru. Di negara tropis seperti Indonesia, risiko terjangkit TBC lebih besar karena lingkungan yang cenderung lembab.

TBC juga dapat menyerang organ tubuh lain seperti otak, tulang dan usus. ”Tapi tidak semua orang yang terkena percikan kuman tersebut menderita TBC. Kalau daya tahan tubuhnya bagus bisa saja ia tidak terserang penyakit ini,” ujar Bagian Promosi Kesehatan, Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru (BP4) Yogyakarta, Ana Adina Patriani, kepada Harian Jogja, Jumat (6/1).

Promosi Piala Dunia 2026 dan Memori Indah Hindia Belanda

Ia menjelaskan,  TBC merupakan penyakit yang menular lewat udara. Akibatnya, jika seorang penderita TBC bersin atau batuk, percikan dahak yang keluar dapat dengan mudah menularkan kuman  kepada orang lain. Mycobacterium tuberculosis yang masuk ke dalam tubuh umumnya tidak mati, melainkan tertidur. Saat daya tahan tubuh menurun, penyakit ini mulai dapat berkembang dan menggerogoti paru-paru atau organ tubuh lain.

”Umumnya penderita berasal dari warga miskin atau daerah kumuh yang kurang ventilasi. Tapi sekarang penderita yang berasal dari keluarga berada juga ditemukan. Karena tadi, penularan mudah, lewat udara dan berhubungan dengan daya tahan tubuh,” ungkap Ana.

 

Ia menyarankan warga untuk menyediakan ventilasi udara di rumah-rumah serta menyediakan penerangan matahari yang cukup. Pasalnya, Mycobacterium tuberculosis mudah mati jika terkena panas sekitar 60 derajat celsius.

Menurut Ana, masyarakat harus mulai peka terhadap lingkungan sekitar dan diri sendiri. Jika seseorang menderita batuk berdahak selama dua minggu, penderita tersebut sangat disarankan untuk memeriksakan diri. “Tinggal memeriksakan dahaknya. Dengan tiga kali pemeriksaan atau dua hari berturut-turut langsung diketahui apakah dia menderita TBC atau tidak,” urainya.

Hingga saat ini pelayanan TBC semakin meluas, tidak hanya di BP4 namun juga ke seluruh puskesmas dan sejumlah rumah sakit yang telah mampu mendiagnosa maupun merawat TBC.

Warga Gedongtengen, Jogja, Pawardi, merupakan satu dari 41 penderita yang berhasil lepas dari TBC. Ia memeriksakan diri ke puskemas setempat dan mendapatkan obat secara rutin dan gratis dari puskesmas. “Saya sembuh, istri saya juga sabar mengingatkan minum obat. Enam bulan saya minum obat dan dengan perawatan dan kontrol dua bulan kemudian berturut-turut,” katanya.

Atas keberhasilannya itu, Pawardi mendapatkan penghargaan dari Dinas Kesehatan Kota Jogja. Sesuai dengan ketentuan Dinas, penderita yang berhasil sembuh dari TBC dan keluarga terdekat sebagai PMO akan mendapatkan penghargaan. Penderita sembuh TBC mendapatkan penghargaan uang Rp300.000, sementara PMO mendapat penghargaan uang Rp200.000.

Pada triwulan ketiga tahun 2011 atau Juli-September, jumlah penderita baru TBC di BP4 mencapai 131 orang dengan BTA plus. Penderita TBC juga dibebaskan dari masalah pembiayaan.

Puskesmas Berburu

Terpisah, Case Detection Rate (CDR) TBC alias penemuan kasus TBC berdasarkan perkiraan di sebagian besar Puskesmas di Bantul (total 27 Puskesmas) mengalami penurunan cukup signifikan jika dilihat dari 2010 ke 2011 triwulan ketiga (September).

Harian Jogja yang mengambil tiga sampel puskesmas, yaitu Pundong, Kretek, dan Srandakan mendapatkan data, Puskesmas Pundong, CDR TB pada 2010 sebesar 34,62%. September 2011 menurun jadi 7,69%. Di Kretek, CDR TB 2010 sebesar 23,81%, menurun jadi 14,29% pada September 2011.

Hingga September 2011, penemuan BTA pos baru di Puskesmas Pundong hanya dua kasus dari target yang ditetapkan (estimasi) 26 kasus. Berarti, CDR hanya 7,69%. Yang konversi (disembuhkan) sampai triwulan kedua (Juni) adalah satu kasus (CR 50%).

Kepala Puskesmas Pundong, Kismi, Kepala Puskesmas Kretek, Sri Wahyu Joko Santoso, dan Kepala Puskesmas Srandakan, Anugrah Wiendyasari, serentak mengatakan penurunan drastis itu sebagai bukti nyata progress dari penerapan Directly Observed Treatment Short-course (DOTS). “Tidak ada kendala yang berarti,” ujar ketiganya.

Ketiga Puskesmas itu juga memiliki jadwal khusus turun berburu TB. Hal itu dibenarkan Kasie Pengendalian Penyakit PMK Dinkes Bantul, Bintarto. “Kami sangat waspada. Lihat orang batuk saja langsung dicurigai. Maka, estimasinya cukup longgar. Jangan sampai kecolongan,” pungkas dia.(Harian Jogja/Mediani Dyah Natalia & Dinda Leo Listy)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya