SOLOPOS.COM - Deretan payung yang disewakan oleh warga untuk digunakan sebagai tempat berteduh bagi wisatawan Pantai Parangtritis. Foto diambil Minggu (25/12/2016) siang. (Arief Junianto/JIBI/Harian Jogja)

Wisata Bantul akan dilakukan pembenahan

Harianjogja.com, BANTUL– Genap tiga tahun sudah wacana pengalihan pengelolaan retribusi wisata ke pihak ketiga bergulir. Namun nyatanya, wacana yang awal kemunculannya dilatarbelakangi oleh tingginya angka kebocoran tiket retribusi itu, pun hingga kini masih menjadi perdebatan di kalangan legislator selaku perumus regulasi.

Promosi Sejarah KA: Dibangun Belanda, Dibongkar Jepang, Nyaman di Era Ignasius Jonan

Wacana itu mulai bergulir sekitar 2014 silam. Ketika itu publik memang tengah menyoroti adanya dugaan kebocoran retribusi yang ironisnya justru dibiangi oleh petugas Tempat Pungutan Retribusi (TPR).

“Kami sempat melakukan inspeksi ke sana. Ternyata kebocoran itu terbukti,” kata Wakil Ketua Komisi B Setiya ketika itu.

Saat dikonfirmasi belum lama ini, politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu pun masih kukuh beranggapan bahwa pengelolaan oleh pihak ketiga itu adalah solusi konkret untuk menekan tingginya angka kebocoran.

Hanya saja, hingga tahun ketiga wacana itu digulirkan, belum juga ada pembahasan formal, baik di tingkat Komisi B DPRD maupun di lingkungan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait.

“Pihak ketiganya saja belum ada. Tapi harusnya pembicaraan itu sudah mulai diformalkan,” ucapnya.

Memang, poin tarik ulur itu nantinya terletak pada besar kecilnya angka target capaian pendapatan retribusi yang ditawarkan oleh pihak ketiga. Jelas, dengan diserahkan kepada pihak ketiga, target capaian pendapatan pun harus melampaui angka tahun ini yang disepakati sebesar Rp14 miliar itu.

Namun itu bukan tanpa konsekuensi. Pasalnya, hingga kini kondisi objek wisata (obwis) di Bantul masih jauh dari kata ideal. Obwis macam Pantai Parangtritis yang sudah dikenal luas publik, masih banyak dikeluhkan oleh pengunjung. Mulai dari kelengkapan fasilitas, hingga pelayanan yang ada di dalamnya, masih harus menjadi fokus pemerintah untuk segera dibenahi.

Meski target retribusi terus tercapai selama lima tahun terakhir, namun pihak legislator tetap menilai pihak Dinas Pariwisata (Dispar) Bantul selaku instansi teknis kurang serius dalam mengelola kepariwisataan.

Salah satu buktinya adalah belum jelasnya keputusan kenaikan tarif retribusi, padahal, target pendapatan sebesar Rp14 miliar sudah ditetapkan. “Meski sebenarnya, penetapan kenaikan target itu pun masih sumir. Tidak ada penghitungan secara khusus,” katanya.

Dijelaskan Setiya, penetapan kenaikan tarif retribusi itu hanya membutuhkan Peraturan Bupati (Perbup) sebagai landasan hukumnya. Namun, sebagai prasyarat penetapan itu, ia memang mengharuskan pihak Dinas Pariwisata (Dispar) membenahi terlebih dulu pelayanannya.

Dari dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Bantul 2017, tertulis bahwa anggaran yang disiapkan untuk Dispar Bantul guna membenahi urusan kepariwisataan adalah sebesar Rp15 miliar. Dengan anggaran sebesar itu, wajar jika legislator menuntut jaminan perbaikan dari instansi teknis pengampu pariwisata.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya