SOLOPOS.COM - Jalan Malioboro suddah ditutup untuk semua jenis kendaraan, Sabtu (31/12/2016) sore. (Mayang Nova Lestari/JIBI/Harian Jogja)

Wisata Jogja berbasis syariah dianggap belum potensial di Jogja

 
Harianjogja.com, JOGJA-Wisata syariah dinilai masih belum relevan untuk dikembangkan di DIY. Kendati demikian, potensi wisatawan mancanegara asal Timur Tengah merupakan pasar yang ke depan dapat dikembangkan saat bandara baru beroperasi pada 2019.

Promosi Uniknya Piala Asia 1964: Israel Juara lalu Didepak Keluar dari AFC

“Jogja agak susah untuk dikembangkan wisata syariah. Sebab, kota ini merupakan daerah dengan kemajemukan, toleransi beragamanya sangat tinggi,” ujar Ketua DPD Perhimpunan Hotel dan Restauran Indonesia (PHRI) DIY, Istidjab M. Danunagoro kepada Harianjogja.com, Jumat (3/3/2017).

Kendati beberapa daerah di Indonesia telah lebih dulu membidik potensi wisata syariah, Jogja masih belum memiliki potensi tersebut untuk dikembangkan. Bahkan, hotel-hotel yang mengusung konsep syariah juga masih belum banyak.

Istidjab mengatakan beberapa hotel di Jakarta yang semula mengusung konsep tersebut tidak banyak yang bertahan. Pasalnya, banyak yang akhirnya kesulitan memperoleh tamu.

“Konsep [syariah] ini begitu segmented. Tamu-tamu yang memungkinkan untuk pasar ini, misal tamu asing dari negara yang mayoritas muslim. Wisman dari negara-negara ini yang ke Jogja juga baru dari Asia Tenggara,” papar Istidjab.

Pembangunan bandara baru di Kulonprogo, kata Istidjab, dapat menjadi jembatan untuk menarik wisatawan mancanegara yang lebih beragam. Beroperasinya New Yogyakarta International Airport (NYIA) pada 2019, ditargetkan dapat menjadi pintu masuk bagi wisatawan asal Timur Tengah.

“Dengan begitu, kami bisa menjangkau pasar potensial lain, khususnya Timur Tengah dan Tiongkok. Selama ini, wisman dari Timur Tengah yang datang ke Jogja juga kontribusinya baru sekitar lima persen, sangat kecil,” jelas Istidjab.

Pendapat berbeda disampaikan Ketua Asosiasi Agen Tour dan Travel Indonesia (Asita) DIY, Udhi Sudiyanto. Udhi mengatakan potensi pariwisata syariah bisa dikembangkan. Sejarah budaya Islam juga berkembang di DIY.

“Tinggal bagaimana memilah antara pariwisata berdasarkan budaya dan syariah, keduanya bisa saling dukung. Karena masyarakat Jogja memiliki jiwa toleransi yang tinggi,” ujar Udhi.

Potensi wisata syariah, kata Udhi, tidak hanya untuk pasar domestik. Negara dengan penduduk mayoritas muslim, seperti Brunei Darussalam dan Malaysia dapat menjadi contoh pasar yang dapat dibidik.

Sementara, pasar Timur Tengah masih belum memberi efek positif bagi Jogja. Udhi menjelaskan kebanyakan wisatawan Timur Tengah mencari objel wisata pantai.

“Untuk menarik wisman ini, Jogja haris mengembangkan potensi pantai dan branded shopping,” imbuh Udhi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya