Jogja
Senin, 9 Januari 2017 - 18:20 WIB

WISATA KULONPROGO : Objek Wisata Alternatif Bermunculan, Pendapatan Belum Signifikan

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Sejumlah pengunjung berfoto di objek wisata Akar Liar, Dusun Sermo Lor, Desa Hargowilis, Kecamatan Kokap, Kulonprogo, beberapa waktu lalu. (Rima Sekarani I.N./JIBI/Harian Jogja)

Wisata Kulonprogo banyak bermunculan objek alternatif

Harianjogja.com, KULONPROGO-Kontribusi sektor pariwisata dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kulonprogo 2016 gagal mencapai target. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kulonprogo berharap pemerintah mengoptimalkan keberadaan obyek wisata alternatif yang masih dikelola masyarakat secara swadaya.

Advertisement

Dinas Pariwisata Kabupaten Kulonprogo mencatat penerimaan retribusi sepanjang 2016 mencapai Rp2,613 miliar. Meski tidak begitu signifikan, angka tersebut diketahui lebih rendah dibanding target yang ditetapkan sebesar Rp2,769 miliar. Masih ada kekurangan sekitar Rp156,88 juta yang tidak mampu terpenuhi hingga akhir tahun.

Wakil Ketua DPRD Kulonprogo, Ponimin Budi Hartono mengatakan, perlu ada evaluasi terpadu untuk mengurai permasalahan yang mempengaruhi kontribusi sektor pariwisata dalam PAD. Dia berpendapat, eksplorasi potensi wisata di Kulonprogo sudah menunjukkan perkembangan yang positif.

Advertisement

Wakil Ketua DPRD Kulonprogo, Ponimin Budi Hartono mengatakan, perlu ada evaluasi terpadu untuk mengurai permasalahan yang mempengaruhi kontribusi sektor pariwisata dalam PAD. Dia berpendapat, eksplorasi potensi wisata di Kulonprogo sudah menunjukkan perkembangan yang positif.

Semakin banyak obyek wisata baru yang menjadi destinasi alternatif bagi wisatawan. Kondisi itu semestinya juga berdampak positif pada pemasukan daerah. “Ini perlu dicemati dan dikritisi karena dari sisi pendapatan itu masih jauh dari potensi yang ada,” ucap Ponimin, Sabtu (7/1/2017).

Ponimin mengungkapkan, pemerintah juga mestinya lebih menaruh perhatian pada potensi objek wisata alternatif yang dikelola masyarakat secara swadaya, seperti Kalibiru di Kokap dan kawasan hutan mangrove di Temon.

Advertisement

Ponimin lalu memaparkan, masyarakat pengelola obyek wisata seharusnya dapat didorong untuk bekerja sama dengan pemerintah terkait penarikan retribusi. Hal itu diharapkan dapat meningkatkan kontribusi sektor pariwisata terhadap PAD.

Di sisi lain, perlu disiapkan pula regulasi yang dapat mendukung pemerintah mengoptimalkan potensi yang ada. “Pengembangan pariwisata itu butuh perencanaan matang dan dukungan infrastruktur. Itu bisa difasilitasi dari PAD juga,” kata Ponimin.

Pengelola Kalibiru, Sadali mengaku sudah mendengar soal tawaran kerja sama dengan Pemkab Kulonprogo. Namun, belum ada kejelasan dan kepastian apapun mengenai wacana itu.

Advertisement

Meski begitu, Sadali mengatakan, Kalibiru tidak akan menolak jika pemerintah ingin campur tangan dalam pengelolaan obyek wisata yang telah beroperasi sejak 2010 lalu itu.

Hanya saja, bentuk kerja sama mesti diperjelaskan dalam sebuah perjanjian resmi. Mereka butuh tahu apa saja kewajiban dan hak sebagai pengelola jasa wisata.

Kalibiru juga tidak keberatan jika sebagian penerimaan dari tiket masuk ditarik sebagai pendapatan daerah. “Kami sudah mempersiapkan untuk hal seperti ini, misalnya jika harus berkontribusi dalam penerimaan negara bukan pajak,” ungkap Sadali.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif