SOLOPOS.COM - Agus Maryanto menjelaskan cara penggunaan alat pemanen hujan dalam acara kampanye hemat air di area Embung Sendari, Tirtoadi, Mlati, Sleman, Sabtu (14/3/2015). (JIBI/Harian Jogja/Rima Sekarani I.N.)

Air bersih, ternyata air hujan dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari. Bahkan kualitasnya tak kalah dengan air sumur.

Harianjogja.com, SLEMAN-Memanen padi, sayuran, buah, atau ikan tentu sudah biasa. Bagaimana dengan memanen air hujan? (Baca Juga : MITIGASI BENCANA : Alat Pemanen Hujan Bakal Dipasang, Seperti Apa?)

Promosi Semarang (Kaline) Banjir, Saat Alam Mulai Bosan Bersahabat

Ketika berkunjung ke Brisbane, Australia, sekitar tahun 2011 lalu, Agus Maryono terkesan melihat semua rumah di sana memiliki penampungan air hujan. Dia menjadi sangat termotivasi untuk ikut menangkap air hujan dan mengembangkan alat sederhana yang cocok diterapkan di tanah air.

Menurut dosen sekaligus peneliti dari Magister Sistem Teknik (MST) Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut, selama ini masyarakat tidak memperhatikan air hujan. Padahal, air hujan asli bahkan bisa lebih bening dibanding air sumur.

“Katanya butuh air tapi air hujan yang datang kita biarkan mengalir begitu saja dan jadi kotor. Mengapa potensi hujan tidak kita manfaatkan?” kata Agus dalam acara kampanye hemat air di area Embung Sendari, Tirtoadi, Mlati, Sleman, Sabtu (14/3/2015).

Upaya memanen air hujan sebenarnya telah ditempuh dengan berbagai cara. Misalnya dengan mengumpulkan air dalam embung, telaga, bak penampungan air hujan, hingga membuat biopori dan sumur resapan. Namun, air yang terkumpul sering kali bercampur dengan debu atau dedaunan.

Dengan sebuah tongkat bambu, Agus menunjukkan sebuah alat yang dia rekomendasikan untuk memanen air hujan. Sekilas alat tersebut tampak sederhana. Terdiri dari susunan pipa yang dipasang pada sebuah tangki bervolume 500 liter.

Agus mengatakan, alat pemanen hujan yang dia kembangkan adalah modifikasi dari alat tradisional yang biasanya langsung memasukkan air hujan melalui talang air menuju tangki.

“Dengan cara itu, terkadang di dalam tangki jadi banyak daun dan debu. Namun, ini bebas daun, debu, dan sangat jernih. Sebab, alat ini memiliki penghalau daun dan debu. Air di dalam juga masih disaring lagi sehingga terjamin kebersihannya,” katanya.

Agus menungkapkan, kadar bakteri pada air hujan yang sudah disaring hampir nol.

“Sebenarnya bisa diminum langsung. Namun kami tetap menyarankan agar dimasak dulu. Kalau masih ada air yang lain, air dari alat ini bisa digunakan untuk mandi, mencuci, dan lainnya. Saya juga pakai ini di rumah dan tidak ada masalah apa-apa,” papar warga Perumahan Jambusari, Condongcatur, Depok, Sleman itu.

Alat pemanen hujan semakin lengkap jika bersanding dengan sumur resapan. Fungsinya untuk menampung
kelebihan air hujan yang sudah tidak mampu ditampung. Meski demikian, penggunaan alat pemanen hujan ini juga punya aturan main. Pada minggu pertama dan kedua musim hujan, jangan masukkan air hujan karena atap masih sangat kotor dan penuh debu musim kemarau. Walau sudah ada penghalau debu dan daun, lebih baik tetap
bersabar dulu. Operasional alat bisa dimulai pada minggu ketiga atau keempat.

“Pada saat musim hujan, air juga sebaiknya tidak langsung dimasukkan tangki. Biarkan air hujan membersihkan genteng terlebih dahulu pada 10 menit pertama,” ucap Agus menjelaskan.

Biaya instalasi satu alat pemanen hujan mencapai sekitar Rp1 juta, cukup terjangkau jika dibandingkan manfaat yang didapat. “Sekarang alat ini sudah menyebar di Jogja dan semoga bisa meluas di Indonesia,” harap Agus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya