SOLOPOS.COM - Ilustrasi antraks (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Solopos.com, GUNUNGKIDUL — Pemerintah Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta menyusun Rancangan Peraturan Daerah (Perda) tentang Penyelenggaraan Peternakan dan Kesehatan Hewan untuk menghentikan kebiasaan masyarakat menyembelih ternak sakit atau mati, sering disebut brandu atau porak.

Sekda Gunungkidul Sri Suhartanta di Gunungkidul, Sabtu (16/3/2024), mengatakan munculnya kasus antraks yang menular ke manusia muncul, karena kebiasaan masyarakat menyembelih ternak sakit atau mati.

Promosi Moncernya Industri Gaming, Indonesia Juara Asia dan Libas Kejuaraan Dunia

“Pemkab Gunungkidul berupaya agar tidak ada lagi brandu. Dari sisi regulasi pemkab menyusun dan menerbitkan peraturan daerah yang saat ini sedang disusun,” kata Sri Suhartanta, dilansir Antara.

Ia mengatakan dalam Raperda tersebut, poinnya adalah edukasi masyarakat untuk tidak lagi brandu atau porak. Nantinya secara detail ada di peraturan bupati.

Selain itu, perda tersebut mengatur bagaimana cara memilih daging sehat. Nantinya, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Gunungkidul  terus mengedukasi warga.

“DPKH akan masif memberikan edukasi kepada warga dan akan dibantu oleh Dinas Kominfo,” kata dia.

Sekda berharap masyarakat ikut berperan aktif tidak melakukan brandu hewan yang sudah mati. Selain merugikan diri sendiri, juga membahayakan lingkungan sekitar.

“Hewan yang sudah terpapar antraks akan semakin berbahaya jika disembelih, karena sporanya akan menyebar,” katanya.

Lebih lanjut, Sri Suhartanta mengatakan Pemkab Gunungkidul belum berencana mengeluarkan kebijakan kejadian luar biasa (KLB) antraks, karena memerlukan berbagai pertimbangan.

“Kami belum melangkah ke sana. Kebijakan itu diperlukan dikoordinasikan terlebih dahulu sejauh mana kejadian antraks yang sudah terjadi. Itu kami cermati kembali apakah akan mengambil KLB atau tidak,” kata dia.

Sementara itu, Kepala DPKH Gunungkidul Wibawanti Wulandari mengatakan Perda tentang Penyelenggaraan Peternakan dan Kesehatan tersebut juga berisi sanksi apabila seseorang mengonsumsi, mengedarkan, menjualbelikan bangkai atau hewan yang mati, terutama akibat penyakit.

“Kami tuliskan sanksi berdasarkan peraturan perundangan,” kata Wibawanti.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya