SOLOPOS.COM - Ilustrasi pembakaran daging sapi yang terjangkit antraks. (Dok. Solopos.com)

Solopos.com, JOGJA – Kabupaten Gunungkidul kini kembali digegerkan dengan penularan penyakit antraks. Kuat dugaan penyebaran antraks di Kapanewon Gedangsari, Gunungkidul, ini karena tradisi brandu atau mengkonsumsi daging ternak yang sudah mati atau sakit.

Dosen Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM), Nanung Danar Dono, menegaskan supaya para peternak maupun warga tidak memotong hewan atau ternak yang sakit atau mengkonsumsi hewan yang sudah menjadi bangkai.

Promosi Nusantara Open 2023: Diinisiasi Prabowo, STY Hadir dan Hadiah yang Fantastis

“Daging bangkai tidak boleh dikonsumsi karena matinya karena zoonosis bisa menular ke manusia. Tahun lalu di Semanu ada 11 orang tertular dan satu orang meninggal,” kata dia yang dikutip dari ugm.ac.id, Selasa (12/3/2024).

Dia menjelaskan hewan yang sakit seharusnya diisolasi untuk diobati terlebih dahulu hingga benar-benar dinyatakan sehat. Namun, jika ditemukan hewan ternak yang telah mati dan ditengarai terkena antraks sebagikanya langsung dikubur atau dikremasi di lokasi.

“Jika tidak ada alat kremasi, maka dikubur saja ditimbun lalu disemen tidak boleh dibongkar selamanya. Karena spora sangat awet, anti disinfektan sehingga penting adanya literasi dan edukasi agar kasus seperti ini tidak terulang kembali,” jelas Nanung.

Dia juga menyarankan supaya hewan yang mati tidak dipindah ke tempat lain. Hal ini penting karena hewan mati tersebut mengeluarkan darah maka tercecer dan menyebarkan spora di sepanjang jalan.

“Jika dipindah, besar kemungkinan spora tercecer ke mana-mana,” ujar dia.

Sementara itu, Guru Besar Fakultas Kedokterna Hewan UGM bidang Mikrobiologi, Prof. Agnesia Endang Tri Hastuti Wahyuni, menyampaikan kemunculan kasus antraks ini disebabkan oleh spora dari Bacillus Anthracis yang dihasilkan bakteri antraks. Spora ini sulit hilang dan bisa bertahan di tanah hingga puluhan tahun.

“Di tubuh hewan saat hidup, spora ini belum terbentuk. Namun, saat disembelih dan bakteri yang ada dalam darah itu keluar lalu berinteraksi dengan udara akan membentuk spora,” jelas Prof. Aeth.

Dia menjelaskan spora bisa terbentuk jika bakteri Bacillus Anthracis terpapar oksigen. Untuk itu spora tidak pernah dijumpai dalam tubuh penderita atau dalam bangkai yang tidak diseksi atau dibuka.

Namun, Aeth menyampaikan penyakit antraks ini tidak hanya menjangkit hewan ternak saja, tetapi juga bisa menular ke manusia. Dia menyarankan agar hewan yang terserang antraks maupun lokasi yang menjadi sumber antraks harus diisolasi dengan tidak boleh ada satu pun lalu lintas ternak yang keluar masuk lokasi.

“Tidak boleh juga sembarang orang keluar masuk di wilayah tersebut dan hanya petugas yang sudah ditetapkan,” jelas dia.

Aeth menuturkan selain melakukan isolasi, para peternak perlu meningkatkan biosekuriti dan melakukan pengobatan pada hewan yang sakit serta memberi tambahan suplemen. Menurut dia, hewan yang terjangkit bakteri antraks bisa diobati.

Bakteri ini mudah mati jika diberi antibiotik, antiseptik, desinfektan, dan mati pada suhu di atas 54 derajat Celcius selama 30 menit. Sedangkan untuk hewan yang sehat harus diberik vaksin selama dua kali selama setahun.

Sekedar informasi, pada tahun 2019 di Kapanewon Karangmojo dan Ponjong ditemukan 12 orang positif dan satu orang meninggal. Selanjutnya tahun 2021, di Kalurahan Hargomulyo, Gedangsari, terdapat 7 orang positif tertular antraks. Selanjutnya tahun 2022, ada 13 orang positif antraks di Ponjong. Sedangkan tahun 2023 lalu, di Dusun Jati, Desa Candirejo, Semanu ditemukan 87 orang positif, 18 bergejala dan satu orang meninggal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya