SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Rachman)

Solopos.com, SLEMAN — Fenomenan El Nino dan ditutupnya saluran air Selokan Mataram serta saluran Vanderwijk berdampak pada pertanian di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Lahan pertanian seluas 1.068,6 hektare di Sleman terancam gagal panen.

Kepala Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan Sleman, Suparmono, mengatakan data tersebut didasarkan kepada pemantauan lapangan yang dilakukan dan juga didasarkan pada laporan dari beberapa petani terkait dampak kekeringan. Adapun 1.068,6 hektare lahan pertanian yang terancam gagal panen itu tersebar di sembilan kapanewon di Sleman.

Promosi Ongen Saknosiwi dan Tibo Monabesa, Dua Emas yang Telat Berkilau

“Dampak kekeringan yang paling bisa terjadi puso atau gagal panen dan lainnya berupa penurunan hasil panen hingga 25  sampai 45 persen,” katanya, Senin (16/10/2023).

Dari sembilan kapanewon yang terancam mengalami gagal panen, kapanewon Minggir yang paling terdampak. Di Minggir saat ini ada 1.223 hektare lahan pertanian yang kondisi saat ini sebagian besar sudah panen, lalu dibiarkan bero (tidak ditanami).

Meski demikian ada juga lahan yang masih kondisi tanaman padi berumur kurang dari 3 bulan seluas 678 hektare.

“Dari luas tersebut akan bisa panen pada bulan oktober seluas 310 hektare dan sisanya masih dibulan November dan tergantung ketersediaan air,” katanya.

Disusul Kapanewon Moyudan, Suparmono menyebut ada 1.138 hektare lahan kondisinya saat ini sebagian besar sudah panen, sebagian dibiarkan bero. Akan tetapi juga ada yang masih kondisi tanaman padi berumur kurang dari 3 bulan seluas 923 hektare.

“Dari luas tersebut yang diharapkan akan bisa panen pada bulan Oktober seluas 299 hektare dan sisanya 624 hektare masih tergantung ketersediaan air,” katanya.

Untuk Kapanewon Seyegan, Suparmono menyebut yang bergantung pada Selokan  Mataram untuk wilayah Kalurahan Margoluwih, Margodadi dan Margokaton seluas 630 hektare. Dengan adanya sosialisasi awal petani ada yang membiarkan sawahnya dalam kondisi bero seluas 85 hektare.

“Lahan yang baru saja dipanen padi atau menunggu proses panen seluas 385 hektare dan yang lainnya seluas 52 hektare ditanami palawija, kacang tanah dan hortikultura,” ucapnya.

Adapun Kapanewon Tempel ada 61 hektare lahan pertanian bergantung aliran Selokan Mataram. Sebagian besar lahan sawah ditanami komoditas hortikultura dan palawija dimana yang dibiarkan dalam kondisi bero seluas 14 hektare.

“Yang dalam proses dipanen seluas 37 hektare dan lahan masih ditanami seluas 14 hektare. Di sini petani sudah melakukan antisipasi dengan optimalisasi sumur ladang dan pompa air,” ucapnya.

Di Mlati, Suparmono menambahkan sawah yang bergantung Selokan Mataram  berada di Kalurahan Sinduadi dan Tirtoadi dengan total seluas 133 hektare dengan kondisi bero 82 hektare.

“Untuk lahan yang  sudah dipanen 15 hektare dan yang lainnya hortikultura 15 hektare,” katanya.

Suparmono menyebut di Kapanewon Gamping, sawah bergantung pada Selokan Mataram seluas 100 hektare. Dengan adanya sosialisasi awal petani ada yang membiarkan sawahnya dalam kondisi bero mulai awal September seluas 42 hektare.

“Yang tetap ditanami padi dengan umur tanaman lebih dari 1 bulan sekitar 5,5 hektar dan yang lainnya adalah lahan yang baru saja dipanen atau menunggu proses panen seluas 52,5 hektare. Petani juga sudah mengantisipasi dengan mempersiapkan sumur dan pompa air,” ucapnya.

Selanjutnya wilayah Godean, Suparmono menyatakan luasan lahan yang bergantung pada Selokan Matatam seluas 438 hektare. Dengan adanya sosialisasi awal, percepatan tanam dan optimalisasi sumur dan pompa yang ada petani ada yang tetap menanami padi dengan umur tanaman 1-2 bulan sekitar 1 hektare.

“Ada yang membiarkan sawahnya dalam kondisi bero mulai awal September seluas 49 hektare dan yang lainnya adalah lahan yang baru saja dipanen atau menunggu proses panen seluas 388 hektare,” jelasnya.

Di kapanewon Depok, kata Suparmomo yang bergantung pada Selokan Mataram  seluas 10 hektare. Dengan adanya sosialisasi awal, percepatan tanam dan optimalisasi sumur dan pompa yang ada petani membiarkan sawahnya dalam kondisi bero mulai awal September seluas 2 hektare.

“Menanam komoditas hortikultura 5 hektare dan yang menunggu proses panen padi seluas 3 hektare,” ucapnya.

Kapanewon Kalasan, Suparmono merinci sawah yang menggunakan air Selokan  Mataram ada 251 hektare di  Kalurahan Purwomartani, Tirtomartani dan Taman martani. Kondisi pertanaman adalah komoditas padi, palawija dan hortikultura dan tembakau.

“Kelompok sebagian besar telah terbantu pompa air sehingga masalah kekurangan air bisa diatasiSebagian petani sudah siap menghadapi kondisi  ini dengan memanfaatkan bantuan pompa air dan sumur lading hingga berganti menanam komoditas palawija atau hortikultura atau bahkan menuda tanam lebih dulu,” ucapnya.

Sementara salah satu petani di Banyurejo, Tempel, Irwan, mengatakan akibat fenomena Elnino dan pematian saluran air Selokan Mataram serta saluran Vanderwijk telah memberi dampak kepada 30 hektare lahan sawah. Dari jumlah tersebut, 20 hektare lahan sawah berada di selatan Selokan Mataram, sedangkan sisanya ada 10 hektare lahan sawah di utara Selokan Mataram.

“Untuk yang selatan Selokan Mataram, para petani tetap menanami padi dan cabai tapi pertumbunannya tidak maksimal. Sisanya di utara Selokan Mataram dibiarkan bero [tak ditanami],” katanya.



Berita ini telah tayang di Harianjogja.com dengan judul 1.068,6 Hektare Lahan Pertanian di Sleman Terancam Gagal Panen

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya