SOLOPOS.COM - Suasana persidangan mafia tanah kas desa di Pengadilan Tipikor Jogja dengan terdakwa Robinson Saalino, Senin (12/6 - 2023). (Harian Jogja/Triyo Handoko)

Solopos.com, JOGJA — Robinson Saalino, terdakwa kasus mafia tanah kas desa, menyampaikan nota keberatannya atau eksepsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jogja, Senin (19/6/2023). Ada beberapa poin yang disampaikan dalam eksepsi itu.

Eksepsi Robinson Saalino itu disampaika oleh pengacaranya, Agung Pamula Ariyanto. Ada empat poin dalam nota keberatan tersebut.

Promosi Era Emas SEA Games 1991 dan Cerita Fachri Kabur dari Timnas

“Ada empat poin keberatan yang kami ajukan atas dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) pada klien kami,” kata dia, Senin (19/6/2023).

Agung menyampaikan poin pertama terkait dengan peristiwa hukum yang terjadi. Dia menjelaskan JPU telah mendakwa terdakwa melakukan perbuatan menambah keluasan tanah desa yang telah ditetapkan dalam izin. Selain itu terdakwa juga dituduhkan menggunakan tanah desa tidak sesuai dengan rencana tata ruang maka terdapat mekanisme pemberian sanksi terhadapnya.

“Hal itu diatur pada Pasal 60 dan Pasal 61 Peraturan Gubernur DIY No. 34/2017 tentang Pemanfaatan Tanah Desa,” jelas dia.

Berdasarkan peraturan tersebut, menurut Agung, harusnya Robinson mendapat sanksi administratif bukan diperkarakan dengan pidana korupsi.

“Kasultanan maupun Kadipaten merupakan entitas yang diakui kedudukannya di hadapan hukum. Demikian bila mendasarkan pada segenap peraturan tersebut di atas, maka sudah selayaknya dan adil bagi terdakwa apabila perkara diselesaikan secara hukum perdata, bukan malah dipaksakan melalui proses pidana tipikor,” tegasnya.

Poin kedua adalah bahwa perkara yang dihadapi Robinson bukan perkara pidana Tipikor. Surat dakwaan JPU merupakan perbuatan dalam wilayah yurisdiksi hukum administrasi ataupun hukum keperdataan.

“Maka sudah selayaknya dan adil bagi terdakwa bahwa perbuatan hukum yang dilakukannya bukan perbuatan pidana,” katanya.

Poin ketiga yang dijadikan bahan keberatan Robinson, lanjut Agung, adalah aspek formil yang tidak sesuai aturan yang ada.

“Surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) dengan surat perintah penyidikan [sprindik] tidak sesuai dengan Pasal 109 Ayat (1) KUHAP, sebagaimana yang telah diubah tersebut oleh Putusan Mahkamah Konstitusi No 130/PUU-XIII/2015, di mana jarak SPDP dengan sprindik maksimal dua minggu tapi Kejati menerbitkan SPDP pada 14 April dan sprindik pada 20 Maret dan sprindik 14 April,” terangnya.

Poin keempat, sambung Agung, adalah ketidakjelasan, tak cermat, dan tak rincinya dakwaan yang diajukan JPU.

Menurut dia, dakwaan yang diajukan jaksa sama sekali tidak menguraikan perbuatan terdakwa dengan cermat, jelas, dan lengkap apakah sebagai pelaku atau yang menyuruh melakukan atau yang turut serta melakukan. Sehingga ini menimbulkan ketidakpastian terhadap perbuatan yang didakwakan kepada kliennya.

Ketidakcermatan dakwaan ke Robinson, terang Agung, juga dibuktikan dengan tidak terpenuhinya pemeriksaan BPK untuk menghitung kerugian negara dari korupsi yang didakwakan.

“Dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No.4/2016 diatur yang berhak menghitung kerugian negara dari perkara korupsi adalah BPK,” ucapnya.

Berita ini telah tayang di Harianjogja.com dengan judul Ini 4 Poin Keberatan Robinson Mafia Tanah Kas Desa atas Dakwaan Jaksa

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya