Jogja
Selasa, 17 Februari 2015 - 17:20 WIB

KEISTIMEWAAN DIY : Kraton Pecah Soal Suksesi Gubernur, Gusti Hadi Melawan

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - (JIBI/Harian Jogja/Hengky Irawan)

Keistimewaan DIY terjadi perpecahan pendapat mengenai suksesi.

Harianjogja.com, JOGJA-Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X menilai Rancangan Peraturan Daerah Istimewa (Raperdais) pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur tidak perlu mencantumkan daftar riwayat hidup yang meliputi anak dan istri. Hal itu diakui Sultan supaya tidak ada diskriminasi. (Baca Juga : KEISTIMEWAAN DIY : Islam Tak Menghalangi Ratu Pimpin Kesultanan)

Advertisement

Adik tertua Sultan Hamengku Buwono X, Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Hadiwinoto menyatakan Pasal 18 UUK tidak perlu diubah. Artinya tetap mencantumkan riwayat hidup yang meliputi saudara kandung, anak dan istri.

“Berdasarkan UUK harus dipertahankan,” kata dia di DPRD DIY, Senin (16/2/2015)

Pria yang akrab disapa Gusti Hadi ini mengungkapkan Kraton memiliki paugeran sendiri. Pemerintah harus menghargai Kraton. Demikian sebaliknya, Kraton pun harus menghargai Pemerintah. Penghapusan daftar riwayat hidup (yang menyertai anak istri), menurutnya seolah-olah Kraton tidak menghargai pemerintah.

Advertisement

Ditanya terkait siapa yang berhak menggantikan Sultan Hamengku Buwono X, Gusti Hadi menjawab diplomatis. Yang lebih berhak, menurutnya, anak (kandung). Namun ada persyaratannya.

“Dari sejarah HB I sampai HB X bagimana,” kata Gusti Hadi

Sejarah kesultanan Kraton selama ini dipimpin oleh laki-laki dari garis keturunan anak. Namun, Gusti Hadi menyatakan, ada Yurisprudensi (jika Sultan tidak memiliki anak laki-laki) dipilih dari saudara kandung. Hal itu pernah terjadi pada suksesi dari Sultan HB V ke Sultan HB VI.

Advertisement

Saat itu HB V tidak memiliki anak laki-laki. Ada anak laki-laki dari selir namun baru berusia dua bulan dalam kandungan. Kesepakatan waktu itu antara menunggu atau tidak menunggu kelahiran.

“Akhirnya dipilih rai dalem HB V [saudara kandung] menjadi HB ke VII,” cerita Gusti Hadi.

Gusti Hadi menambahkan, yurisprudensi yang lain juga terjadi dari HB VII ke HB VIII. Guti Hadi mengharapkan agar suksesi Sultan tidak perlu diributkan karena sudah ada paugeran dan yurisprudensi.

“Enggak perlu diributkan nanti dilihat aja pada hari H-nya,” tandas Penghageng Panitikismo Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat ini.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif