SOLOPOS.COM - Ilustrasi aneka beras di pasar. (Freepik)

Solopos.com, JOGJA – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Daerah Istimewa Yogyakarta turun tangan untuk menelusuri penyebab masih tingginya harga beras.

Kepala Bidang Kajian dan Advokasi KPPU DIY, Sinta Hapsari, mengatakan pihaknya secara rutin melakukan pantauan harga beras setiap pekan. Pihaknya turun ke pasar tradisional hingga ke ritel modern untuk memantau pergerakan harga beras.

Promosi Tragedi Bintaro 1987, Musibah Memilukan yang Memicu Proyek Rel Ganda 2 Dekade

Sinta menyampaikan pantauan di lapangan digencarkan untuk mengetahui ada atau tidaknya perilaku pedagang yang melanggar UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Berdasarkan hasil pantauan sementara, kata dia, KPPU DIY belum menemukan praktik pelanggaran regulasi tersebut.

“Sejauh ini belum ada [persainagn usaha tidak sehat]. Kami juga sudah bicara dengan asosiasi penggilingan padi juga,” jelas dia, Senin (4/3/2024).

Kajian terhadap tingginya harga beras di DIY, diakui Sinta, tidak sekadar berfokus pada perilaku pedagang, akan tetapi berpijak pula pada ketersediaan beras di lapangan yang tidak jauh berbeda dengan kondisi nasional.

Menurut Sinta, melambungnya harga beras antara lain dipengaruhi alih fungsi lahan pertanian yang terus meluas, tingginya harga pupuk, persoalan iklim, hingga berkurangnya SDM petani yang mengakibatkan produksi beras merosot.

“Sedangkan permintaan kita naik terus. Kalau dari gambaran secara nasional saja kita lumayan besar antara produksi beras dan konsumsi kita. Sementara budaya makan kita kalau enggak makan nasi belum kenyang,” ujar dia yang dikutip dari Antara.

Selain itu, harga gabah kering giling (GKG) di level petani yang menyentuh Rp9.000 per kilogram, juga membuat kenaikan harga beras baik premium maupun medium tidak terelakkan hingga melampaui harga eceran tertinggi (HET).

Berdasarkan kajian KPPU DIY, lonjakan harga beras sejatinya sudah terjadi sejak 2021 dengan frekuensi kenaikan yang terus meningkat.

Dia berharap masa panen raya padi di DIY yang diperkirakan pada April-Mei 2024 mampu menekan biaya produksi beras.

Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) DIY menyebutkan potensi panen raya padi pada April-Mei 2024 di wilayah ini mencapai 303.542 ton gabah kering giling (GKG), sehingga diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pangan masyarakat dan menekan harga beras di pasaran.

Kepala Bidang Tanaman Pangan DPKP DIY Andi Nawa Candra menuturkan masa tanam padi di DIY yang sesuai siklusnya jatuh pada Oktober-Desember 2023, harus mundur karena hujan baru turun pada Januari 2024 akibat fenomena El Nino.

Dengan demikian, apabila diakumulasi, potensi produksi padi di DIY sejak Januari hingga Mei 2024 diperkirakan total mencapai 389.001 ton GKG atau setara 245.849 ton beras dengan luas lahan panen mencapai 68.121 hektare sawah.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya